Sore itu udara sangat indah. Musim bunga.
Tak jauh dari Budokan berhenti sebuah mobil. Seorang lelaki turun. Memandang ke
gedung Budokan. Kemudian memandang ke arah rumah Hanako.
Rumah itu kelihatan banyak berobah. Sudah
semakin mentereng dan terawat indah. Perlahan lelaki yang turun dari mobil itu
berjalan ke arah rumah tersebut.
Dia kelihatan ragu-ragu. Sudah lama
sekali dia tak datang kemari. Betulkah masih orang yang dahulu penghuni rumah
ini? Pikirnya.
Dia berhenti di persimpangan jalan besar
dengan jalan setapak menuju ke rumah. Ada seorang lelaki tengah membersihkan
beberapa rumpun bunga. Dia coba memperhatikannya. Tak dia kenal lelaki itu.
Dia melangkah masuk. Lelaki itu masih
asyik bekerja. Dia batuk kecil. Lelaki itu menoleh. Mereka bertatapan. Lelaki
yang bekerja itu mengerutkan kening. Dia tak pernah mengenal lelaki ini.
“Maafkan saya…” kata lelaki yang baru
datang itu.
“Ya. Ada yang bisa saya bantu?”
“Saya mencari rumah seorang sahabat.
Kalau tak salah dahulu dia tinggal di rumah ini….”
“Siapa namanya?”
“Barangkali dia sudah pindah….namanya
Kenji…”
Lelaki itu tegak. Menatap pada yang baru
datang itu. Dan tiba-tiba dia seperti menemukan sesuatu.
“Anda…anda pastilah si Bungsu dari
Indonesia…” katanya hampir hampir berbisik. Tapi lelaki yang baru datang itu
mendengarnya. Dia heran dari mana orang itu mengetahui namanya.
“Benar….saya si Bungsu….” ucapannya belum
berakhir ketika lelaki itu berseru ke arah rumah.
“Hanako-san…..Hanako-san….” Himbaunya.
Dari dalam rumah muncul seorang perempuan cantik dengan tergesa. Dia kaget
mendengar seruan lelaki yang ganjil dari Waseda itu.
“Ada apa….?” Tanyanya.
“Lihatlah siapa yang datang ini…” Waseda
berkata pada isterinya. Hanako baru menyadari bahwa dihadapan suaminya ada
seorang lelaki. Dia menatap pada lelaki itu. Lelaki itu, yang memang si Bungsu
menatap pula padanya.
Tiba-tiba sebuah gigilan menyerang tubuh
Hanako. Dia tegak seperti patung. Mulutnya bergerak memanggil nama si Bungsu.
namun tak ada suara yang keluar. Yang keluar justru air matanya.
“Hanako-san…” suara si Bungsu terdengar
bergetar.
Dan tiba-tiba gadis Jepang itu menghambur
ke pelukan si Bungsu.
“Bungsu-san…..Bungsu-san…” desahnya
diantara tangis yang tak terbendung. Dia memeluk anak muda itu. Membenamkan
wajahnya di dada si Bungsu yang bidang. Dan Waseda, suami Hanako, menatap
pertemuan itu dengan terharu.
“Hanako, engkau sehat-sehat…..?” suara si
Bungsu kembali terdengar perlahan. Hanako merenggangkan pelukannya. Menghapus
air matanya. Menatap wajah si Bungsu. dan tiba-tiba dia menangis lagi.
Pemuda itu kelihatan kurus. Rambutnya tak
terurus. Demikian pula pakaiannya. Dan hal itu membuat hati Hanako jadi luluh.
“Mana Kenji-san…?” tanya si Bungsu.
“Kenji-san pergi ke tempat kawannya.
Dan yang menjawab ini adalah Waseda. Dan
Hanako segera sadar bahwa disana ada suaminya. Dia kembali merenggangkan
dekapannya dari si Bungsu. menoleh pada suaminya.
“Inilah….inilah Bungsu-san yang telah
menyelamatkan kami Waseda-san…” katanya pada suaminya. Dan kemudian dia menoleh
pada si Bungsu, lalu berkata:
“Bungsu-san…ini Waseda Tokugawa,
suamiku…” si Bungsu tak merasa kaget. Dia sudah bisa menebak. Namun tetap saja
ada segores luka dan kecewa di lubuk jantungnya yang amat dalam. Dia membungkuk
memberi hormat pada lelaku itu. Dan Waseda membalas hormatnya dengan membungkuk
dalam-dalam pula.
“Saya doakan kalian bahagia….” Kata si
Bungsu.
“Saya banyak mendengar tentang diri
saudara. Saya ikut berutang budi atas pertolongan saudara Bungsu pada Hanako
dan seluruh saudaranya…”
Suara Waseda terdengar jujur.
“Marilah kita ke rumah, sementara
menunggu Kenji-san pulang…” suara Waseda terdengar lagi. Dan si Bungsu
mengikuti langkah Waseda. Sementara Hanako masih memegang tangannya.
Di pintu si Bungsu tertegak. Memandang
kearah kamar Kenji. Di sana dahulu Hanako diperkosa ketika dia dan Kenji tak
dirumah. Dan di ruang tengah ini dia berkelahi dengan anggota Jakuza, menolong
nyawa Kenji.
Hanako mengerti apa yang dipikirkan si
Bungsu, gadis itu menangis lagi terisak. Rumah itu sudah jauh sekali berobah.
Peralatannya sangat indah. Dan rumah itu sendiri tersusun dengan rapi.
Waseda ternyata lelaki yang benar benar
berjiwa luhur. Dia sama sekali tak merasa cemburu atau sakit hati melihat
Hanako tak mau lepas-lepasnya dari sisi si Bungsu. gadis itu nampaknya memang
sangat merindukan si Bungsu. hanya si Bungsu yang merasa kikuk karenanya.
Dan ketika Kenji pulang, pertemuan itu
benar-benar mengharukan.
“Engkau kurus sekarang Bungsu-san. Darimana
saja engkau selama ini?”
“Ah, saya telah berkelana. Dimana engkau
bekerja kini Kenji-san?”
“Saya di pelabuhan. Sebenarnya saya ingin
bekerja di kapal kembali. Tapi saya tak ingin berpisah dengan adik-adik. Dengan
modal yang engkau tinggalkan, ditambah oleh Waseda-san, saya mendirikan
perusahaan perkapalan. Berkantor di pelabuhan. Saya senang engkau kembali
Bungsu-san. Engkau tak usah kemana-mana lagi. Disini saja…”
Si Bungsu menarik nafas panjang.
“Saya senang dan berterimakasih atas
tawaranmu Kenji-san. Tapi saya akan pulang ke Indonesia….” Si Bungsu menjawab
perlahan.
Sudah tentu jawabannya ini mengagetkan
mereka yang ada disana. Hanako mulai lagi menangis. Saat itu Waseda tak
dirumah. Dia pergi ke kantornya.
Dan tak lama setelah itu, terdengar suara
mobil berhenti di depan. Lalu ketika Hanako membuka pintu, Waseda muncul
bersama ayahnya, Tokugawa.
Si Bungsu tertegak melihat kehadiran
orang tua itu. Demikian pula Tokugawa. Dia diberi tahu anaknya atas
kedatangan si Bungsu. Dan malam ini dia memerlukan datang menemuinya.
Si Bungsulah yang pertama membungkuk
memberi hormat. Tokugawa membalasnya dengan membungkuk pula dalam-dalam.
Waseda maklum bahwa anak muda ini
sangat disegani ayahnya.
Sebab ayahnya tak pernah berlaku demikian
hormatnya pada orang lain. Keluarga Tokugawa memang memiliki kesombongan
tersendiri. Bukan karena angkuh atas kekayaan atau garis keturunan yang
melahirkan para pahlawan, tapi karena demikianlah sikap para samurai.
Kini dia melihat betapa ayahnya berlaku
pada anak muda ini. Dan dari sana dia dapat mengetahui semakin banyak, bahwa
anak muda ini pastilah telah banyak sekali berbuat dalam kehidupan ayahnya. Dia
tak mengetahui dengan pasti apa yang telah dperbuat anak muda itu dalam
kehidupan ayahnya. Tapi meski tak mengetahui, dia dapat merasakannya.
“Saya dengar engkau kembali nak…” suara
Tokugawa terdengar perlahan sambil bersalaman.
“Ya, saya kembali…”
Tokugawa kemudian melangkah masuk.
Mengambil tempat duduk di atas tikar. Mereka duduk mengelilingi sebuah meja
kecil. Duduk bersimpuh di lantai. Hanako menuangkan sake ke cawan kecil.
“Saya dengar engkau telah bertemu dengan
orang yang engkau cari selama ini….’ Suara Tokugawa terdengar kembali setelah
berdiam diri beberapa saat selesai meneguk sakenya.
“Ya, saya telah bertemu…’ jawab si Bungsu
perlahan. Dia khawatir kalau soal itu ditanyakan lebih lanjut oleh Tokugawa.
Tapi orang tua yang arif itu ternyata hanya bertanya sampai disitu.
“Waseda anak saya, dia menikah dengan
Hanako enam bulan yang lalu…”
Si Bungsu jadi gugup. Dia dapat menangkap
bahwa dalam kalimat Tokugawa itu, orang tua tersebut arif akan perasaan Hanako
terhadap dirinya.
Tokugawa mengetahui bahwa gadis itu
mencintai si Bungsu, dan demikian pula sebaliknya. Dan kalimatnya sebentar ini
semacam permintaan maaf. Namun si Bungsu harus mengakui secara jujur, bahwa
dia sangat terharu atas tindakan Tokugawa.
Orang tua itu jelas ingin melindungi
Hanako dan saudara-saudaranya sepanjang hidup. Tindakannya menyetujui
pernikahan anaknya dengan Hanako ini semacam tindakan menebus hutangnya.
“Saya sangat berterimakasih dan bahagia
sekali tuan mau menikahkan anak tuan dengan adik saya…” katanya perlahan.
“Terimakasih…Bungsu-san…” suara Waseda
terdengar sambil membungkukkan badan.
Dan malam itu mereka berbincang tentang
hal-hal lain. Tentang kota Tokyo. Tentang tentara Amerika yang main banyak di
Jepang. Tentang berbagai hal.
Tapi tiga hari kemudian mereka harus
berpisah. Si Bungsu sudah bertekad untuk pulang ke Indonesia. Dan ketika
niatnya tak bisa ditawar lagi, Tokugawa lalu membelikannya tiket pesawat udara.
Dia akan pulang ke Indonesia lewat
Singapura dengan kapal terbang.
Di pelabuhan udara Haneda, ketika
panggilan untuk penompang sudah terdengar melalui pengeras suara, Hanako
kembali menangis.
Yang lain tegak agak jauh. Hanako memeluk
si Bungsu.
“Bungsu-san, aku mencintaimu. Aku
mencintaimu. Jawablah untuk kali yang terakhir….apakah engkau mencintaiku…?
Hanako berbisik diantara isak tangisnya.
Si Bungsu jadi kaget. Apa yang harus dia
jawab? Kalau dia katakan TIDAK, apakah itu takkan melukai hati gadis ini? Kalau
dikatakan YA, apakah itu masih ada artinya?
Namun bagaimana dia akan mendustai suara
hatinya? Dan dia tahu Hanako akan terluka kalau dia berkata tidak.
Akhirnya dia berkata perlahan.
“Ya…aku mencintaimu Hanako-san. Aku akan
selalu mendoakan kebahagiaanmu..” Hanako berhenti menangis. Dia menatap wajah
si Bungsu. dan dari bibirnya bergetar suaranya perlahan:
“Terimakasih Bungsu-san. Akan kubawa mati
cintamu itu…”
“Hiduplah dan mengabdilah pada suamimu
Hanako. Dia lelaki yang berbudi….”
“Terimakasih Bungsu-san. Setelah engkau
pergi memang tak ada lelaki lain yang mengisi hatiku selain dia…”
Perlahan si Bungsu mencium kening Hanako.
“Bungsu-san…” suara Waseda terdengar. Si
Bungsu menoleh.
“Kelak kalau anak kami lahir lelaki, kami
akan memberinya nama si Bungsu. engkau izinkan bukan?”
Si Bungsu benar-benar terharu.
Lama baru dia menjawab.
“Terimakasih Waseda-san. Saya akan bangga
sekali, kalau ada anak Jepang yang memakai nama saya, nama dari Minangkabau…”
Dan si Bungsu tak dapat menahan air
matanya takkala dia harus bersalaman dengan Kenji. Dia teringat akan
perkenalannya di kapal ketika bersama Kenji dahulu.
Kenji memeluknya dengan linangan air
mata.
“Suatu saat, aku akan datang ke kampungmu
Bungsu-san. Engkau adalah saudaraku. Saudara kami…”
Tak ada yang mampu diucapkan si Bungsu.
semua kalimat tersekat dikerongkongannya.
Akhirnya dia melangkah menaiki tangga
pesawat. Dan ketika dia menoleh, dia lihat Waseda, Hanako, Kenji dan Tokugawa
melambai. Dia balas melambai. Dan ketika pesawat udara menggebu lepas landas.
Hanako rubuh pingsan. Untung suaminya menyambut tubuhnya. Dan si Bungsu yang
duduk ditengah, tak melihat kejadian itu.
Hari itu dia bertolak meninggalkan negeri
Sakura. Meninggalkan negeri dendamnya. Meninggalkan negeri dimana hatinya juga
seperti ikut tertinggal bersama Hanako dan Michiko!
Bersambung ke…..Tikam Samurai (78)
Komentar
Posting Komentar