Dan melihat keadaan gawat begini, pelayan
yang orang Cina itu cepat-cepat berlalu.
“Awas jangan lu telepon Polisi…!” ancam
orang Australia yang satu lagi padanya. Pelayan itu menggeleng sambil angkat
langkah seribu.
Mereka lalu masuk ke kamar si Bungsu.
menutupkan pintu!
Si Bungsu yang tadi terlempar ke tempat
tidur kena pukul, kini mulai bangkit. Karena kedua orang itu telah berada dalam
biliknya, dia terpaksa tegak di atas tempat tidur.
Kedua lelaki itu menatap padanya dengan
wajah sadis. Dan dipinggang mereka tersembul gagang pisau komando.
Rupanya mereka masih ingat bahwa salah
seorang teman mereka mati ditangan anak muda ini karena lemparan sebuah pisau
kecil. Makanya kini mereka membawa pisau komando. Yaitu pisau pengganti sangkur
yang sangat mahir mereka mepergunakannya ketika dalam perang dunia ke II
dahulu. Betapa mereka takkan mahir, sebab mereka berada dalam pasukan Green
Barets. Pasukan Komando tentara Inggris
yang tersohor itu.
“Monyet, dulu kau mempergunakan pisau
kecilmu untuk membunuh teman kami. Sekarang mari kita coba siapa yang lebih
cepat melemparkan pisau…”
Salah seorang diantara kedua lelaki itu,
yang memakai kaos oblong berwarna merah darah buka suara. Dan pisau komando
yang kuning, runcing berkilat itu telah berada ditangannya. Tergantung ke bawah
dengan ujung yang runcing terjepit diantara telunjuk dan jarinya.
Pisau itu siap untuk dilemparkan.
Si Bungsu masih tegak diam di atas kasur.
Kedua tangannya juga terjuntai kebawah. Ada enam samurai tersisip di kedua
tangannya. Tersembunyi dibalik lengan bajunya yang panjang.
Dia yakin, melihat gerakan kedua lelaki
ini ketika mengambil pisau, kemudian melihat caranya memegang ujung pisau
komando itu, kemudian menggantungnya dengan tangan lemas disisi badan, kedua
orang ini adalah pelempar pisau yang tangguh.
Tapi apakah dia akan melayani mereka? Dia
terlibat perkelahian dengan kedua orang ini hanya soal Mei-Mei. Mereka akan
memperkosa anak pemilik hotel Sam Kok itu. Dan dia datang menolong. Hanya soal
itu mereka berkelahi. Sudah jatuh korban nyawa. Apakah masih perlu ditambah?
Kalau saja kedua orang ini adalah
bahagian dari sindikat perdagangan wanita itu, maka dia pasti sudah
membereskannya sejak dahulu. Tapi karena mereka bukan anggota sindikat yang dia
benci itu, makanya kedua orang ini tak dia bunuh dahulu. Hanya dia tendang
kerampangnya sekdar untuk melumpuhkan.
Tak dinyana, kedua orang ini ternyata
menaruh denadam. Dendam karena teman mereka dibunuh. Dan dendam karena
kerampang mereka kena tendang.
Kedua lelaki itu memencar. Yang satu
berada dibahagian kiri. Yang satu dibahagian kanan. Jarak antara mereka ada
sekitar empat depa. Dan jarak masing-masing mereka dengan si Bungsu yang masih
tegak di tempat tidur itu sekitar tiga depa lebih.
Dengan demikian mereka menghindarkan diri
dari kena serangan yang amat cepat. Mereka bukannya tak yakin bahwa anak muda
ini seorang pelempar yang cepat. Itu sudah dibuktika dengan kematian teman
mereka di hotel dulu.
Demikian cepatnya kejadian itu. Mereka
tak melihat bagaimana anak muda itu mencabut dan melemparkan samurainya. Itulah
sebabnya kini mereka bertindak hati-hati. Dan dengan tegak agak terpisah satu
dengan yang lain dalam jarak yang empat depa itu, mereka yakin akan susah
diserang sekaligus.
Anak muda itu harus membuat dua gerakan.
Dan harus berputar untuk menyerang mereka berdua.
Sementara itu, si Bungsu yang mendengar
tantangan lelaki Australia itu, menarik nafas. Lalu suaranya terdengar
perlahan.
“Saya rasa tak ada gunanya perkelahian
ini…”
“Babi! Tak ada gunanya katamu, setelah
teman kami engkau bunuh, setelah perlakuanmu terhadap diri kami di hotel itu?”
“Saya berharap hal itu bisa berakhir. Dan
saya bersedia minta maaf pada tuan-tuan…”
Kedua orang Australia itu berpandangan.
Namun mereka tetap tegak dengan kaki terpentang dan tangan memegang ujung pisau
komando.
“Apakah engkau takut melihat pisau kami
anak muda?”
Si Bungsu tersenyum lembut. Menatap ke
pisau di tangan kedua bekas pasukan Komando itu.
“Ambillah pisaumu. Mari kita pertahankan
nyawa kita sebagai seorang jantan…” suara tentara Asutralia itu kembali
terdengar menantang.
“Maafkan saya. Saya tak bermaksud
meremehkan kalian berdua. Saya yakin tuan-tuan sangat cepat mempergunakan pisau
Komando itu. Cepat menurut ukuran tentara…”
Kedua bekas tentara sekutu itu tak begitu
faham dengan ucapan si Bungsu. namun mereka tetap tegak dengan waspada.
“Saya menantang anada untuk
mempertahankan nyawa dengan kecepatan melemparkan pisau anak muda…” lelaki yang
berada di sebelah kanannya berkata.
Si Bungsu menggerakkan tangan kananya
perlahan. Suatu gerakan yang benar-benar tak mencurigakan kedua bekas tentara
sekutu itu. Demikian pula tangan kirinya. Sistim menjepitkan samurai di kedua
tangannya itu dibuat sedemikian rupa menurut petunjuk Tokugawa. Sehingga
ikatannya seperti bersatu dengan saraf. Bisa diatur kapan meluncur turun meski
dengan gerakkan yang amat halus. Sebaliknya, meski dengan gerakan kuat seperti
memukul misalnya, jika tidak dikehendaki, samurai itu takkan lepas.
Sistim ini sulit diuraikan menurut ilmu
logika atau menurut sistim simpul buhul. Namun bagi orang-orang yang mahir
mempergunakan pisau, semacam senjata rahasia di Tiongkok, atau samurai kecil di
Jepang, sistim itu mudah dimengerti. Meski tak mudah mempergunakannya. Sebab
untuk mempergunakannya diperlukan latihan dan kemahiran yang jarang orang bisa
mencapainya.
Si Bungsu masuk yang beruntung dan
menguasai pada taraf sangat mahir.
Kini, tanpa diketahui oleh kedua bekas
tentara sekutu itu, anak muda itu telah memegang dua buah samurai.
Masing-masing ditiap tangannya. Dan kedua bilah samurai itu terlindung dari
penglihatan kedua tentara sekutu itu oleh punggung tangannya. Hulunya berada di
pergelangan, sementara ujungnya terjepit antara jari tengah dan jari telunjuk.
“Bagaimana caranya tuan menghendaki
pertarungan ini berlangsung?” si Bungsu bertanya perlahan.
“Engkau dapat melempar pisaumu pada kami
setiap saat engkau suka, dan kami akan menandinginginya dengan kecepatan…”
Demikian yakinnya kedua tentara itu akan
kemahiran mereka. Mereka memang mendapat brefet pelempar pisau komando. Dan
kini mereka mempraktekkannya pada anak muda ini.
“Setiap saat saya suka?” tanya si Bungsu.
“Ya. Setiap saat…” yang dikiri si Bungsu
berkata sambil matanya waspada melihat tangan si Bungsu. si Bungsu mengangkat
kedua tangannya. Kedua tentara itu jadi tegang dan amat waspada. Tapi si Bungsu
ternyata hanya menyisir rambutnya dengan kesepuluh jari tangannya. Lalu
menurunkan tangannya kembali.
Kedua bekas tentara itu menatap tajam
pada si Bungsu. ada suara berdetak perlahan disisi mereka. Namun mereka tak mau
menoleh. Sebab tak mau kehilangan pengawasan dari anak muda yang masih tegak di
pembaringan itu.
“Mulailah..” suara orang Autralia yang
dikanan bergema. Sementara pisau komandonya sudah siap sejak tadi.
“Maafkan saya. Anda telah kalah…” kata si
Bungsu. kedua tentara itu menatap tajam padanya.
“Apa yang anda maksudkan bahwa kami telah
kalah?”
“Ya. Kalau saya mau, tuan berdua sudah
mati seperti teman tuan di hotel itu. Mati dengan samurai menancap di antara
dua mata, atau menancap persis di jantung…”
Kedua tentara itu tersenyum tipis.
“Anda punya mental yang cukup tangguh
anak muda. Tapi kalau anda bermaksud
menggertak, maka bukan kami orangnya…”
“Saya tidak menggertak. Lihatlah ke
lantai. Di antara kedua sepatu tuan…”
Tanpa dapat ditahan, kedua mereka melihat
ke bawah. Dan demi Yesus yang mereka agungkan, mereka hampir tak percaya.
Betapa mereka akan percaya, kalau
diantara kedua kaki mereka kini tertancap sebilah samurai kecil hingga hampir
separoh tertanam di lantai?
Mereka tak melihat bila anak muda itu
melemparkannya. Apakah sudah sejak tadi samurai itu ada di sana, dan mereka tak
melihatnya? Mustahil. Mereka melihat lagi pada si Bungsu.
Dan saat itu tangan anak muda itu
bergerak perlahan.
“Kini ada dua samurai diantara kaki
tuan…” katanya perlahan. Dan kedua mereka melihat lagi. Dan demi Tuhan, ya Nabi
dan ya Malaikat! Memang benar ada dua samurai kecil diantara kaki mereka!
Mereka menatap pada si Bungsu. si Bungsu
mengangkat tangan kanannya. Membuka lengan bajunya. Dan disana nampak sebuah
samurai tersisip.
“Jika saya mau, tak terlalu sulit untuk
membunuh tuan. Tapi apakah itu ada gunanya?”
Si Bungsu berkata perlahan. Dan kedua
bekas tentara itu segera sadar, bahwa mereka berhadapan dengan seorang lelaki
yang ketangguhannya melempar pisau ada puluhan, barangkali ratusan lebih cepat
dan lebih mahir dari diri mereka yang sudah termasuk jagoan di pasukan komando
dahulu.
Anak muda ini tidak membual ketika
berkata bahwa dia sanggup membunuh mereka dengan mudah. Buktinya, sama sekali
mereka tidak melihat bagaimana caranya anak muda ini melemparkan pisaunya.
Tahu-tahu telah tertancap saja!
Mereka berpandangan satu dengan yang
lain. Muka mereka jelas sebentar pucat sebentar merah.
Kini anak muda itu tegak menatap pada
mereka dengan tenang. Dengan kedua tangan tergantung disisi tubuhnya. Dan
tangan itu, kalau dia mau, memang sanggup menyebar maut. Diam-diam kedua bekas
tentara Australia itu pada merinding bulu tengkuknya.
Tapi, yang seorang lagi, yang berdiri di
bahagian kiri si Bungsu, tetap saja merasa kurang puas. Dia bergerak ke arah
meja. Di meja itu terletak gelas, piring dan bekas kaleng minuman.
Dia memungut kaleng minuman yang telah
kosong itu. Lalu berjalan ke sudut ruangan. Menyeret sebuah kursi kesana.
Kemudian meletakkan kaleng bekas itu di kursi tersebut.
Dan dia tegak lagi ketempatnya semula. Si
Bungsu menatap saja dengan diam.
“Nah, anak muda. Kini kita buktikan siapa
yang lebih cepat mempergunakan pisau. Engkau atau kami. Jarak antara kaleng itu
dengan ketiga kita, sama-sama sekitar empat depa. Pisau saya bertanda merah.
Pisau teman saya kuning hulunya. Dan samurai kecilmu jelas berbeda dengan milik
kami. Saya akan melemparkan kotak korek api ke atas. Ebgitu kotak itu jatuh di
lantai, kita lempar kaleng itu dengan pisau. Yang dituju adalah lingkaran huruf
O yang ada di tenagh kaleng itu. Dengan demikian kita akan ketahui siapa yang
cepat..”
Bekas tentara itu memandang pada
temannya. Temannya mengangguk. Kemudian mereka sama-sama memandang pada si
Bungsu. si Bungsu masih diam. Dia bukannya tak tahu, banyak orang-orang yang
licik.
Apakah tak mungkin ini adalah suatu
jebakan? Apakah tak mungkin, disaat dia melemparkan kaleng bekas minumannya itu
dengan pisau, saat itu pula kedua bekas tentara itu melemparkan pisaunya. Tapi
bukan ke arah kaleng, melainkan kearah dirinya!
Itulah sebabnya dia memandang saja dengan
diam dan tak segera menjawab tantangan itu. Dan barangkali kedua bekas tentara
itu mengerti jalan pikirannya.
“Jangan khawatir anak muda. Kami takkan
berbuat curang. Yang punya sifat curang biasanya adalah kalian, orang-orang
Melayu. Kami menjungjung tinggi nilai-nilai sportif. Kami tahu engkau cepat
dengan pisaumu. Dan kalau kau mau, kau bisa menghabisi kami sejak tadi. Nah,
kami menghargai sikapmu itu. Kini kami ingin menguji sampai dimana ketangguhan
kami sebagai bekas tentara komando. Yang amat mahir mempergunakan pisau. Kami
ingin membandingkan dengan dirimu…”
Kembali si Bungsu menarik nafas panjang.
“Baiklah, kalau itu yang tuan-tuan
kehendaki” akhirnya dia berkata.
Yang meletakkan kaleng bekas minuman tadi
segera merogoh kantong dengan tangan kirinya. Dari dalam kantongnya dia
mengeluarkan kotak korek apai.
“Siap?” tanyanya. Temannya mengangguk. Si
Bungsu juga mengangguk perlahan. Kedua bekas serdadu itu bersiap. Tangan kanan
mereka yang memegang hulu pisau komando itu tadi mengeras. Sementara tangan si
Bungsu melemas. Sebuah gerakkan kecil lengan kanannya membuat samurai terakhir
di sebelah kanan itu meluncur turun.
Korek api itu dilambungkan keatas.
Ujung-ujung jari si Bungsu menjepit ujung samurai kecil yang meluncur dari
lengannya.
Kotak korek api itu rupanya terlalu kuat
dilemparkan. Dia membentur loteng. Dan benturannya menyebabkan korek itu cepat
pula terpukul ke bawah. Ketiga mereka tak melihat kotak itu. Hanya mempertajam
pendengaran. Menanti suara jatuhnya korek api itu menyentuh lantai kamar.
Kedua bekas serdadu sekutu itu memang
cepat luar biasa dengan lemparannya. Dan lemparannya juga tepat. Buktinya,
kedua pisau komando mereka menancap saling dempet di dinding!
Ya, kedua pisau komando itu menerkam
dinding di belakang kaleng bekas minuman tadi. Sementara kaleng minuman itu
sendiri sudah terpental dan terpaku ke dinding sedikit ke bawah dari kedua
pisau komando itu.
Kedua bekas tentara sekutu itu menatap
dengan mata tak berkedip pada kaleng bekas minuman itu. Selain takjub pada
kecepatan anak muda itu, mereka dengan kaget juga melihat bahwa pada huruf O
yang menjadi sasaran lemparan tersebut, tertancap tidak hanya sebilah samurai
kecil melainkan dua bilah! Dua bilah samurai kecil pada sasaran yang amat kecil
dan dalam kecepatan yang sama dengan ketepatan yang fantastis!
Bersambung ke…..Tikam Samurai (92)
Komentar
Posting Komentar