Tamu itu tersenyum padanya. Dan tak salah
lagi, memang anak muda tadi! Tapi demi perutnya yang gendut, kenapa anak muda
itu bisa berada disini?
Dan saat itu gadis anak pemilik hotel itu
sampai pula di sana. Dia menatap pada anak muda yang tegak menghadang di tengah
pintu. Kedua orang itu mirip seperti perbandingan kerbau dengan kambing!
Tapi nampaknya Cina gemuk itu memiliki
saraf baja dan rasa humor yang tinggi juga. Dia segera saja mendahului menegur
si Bungsu.
“He, ketemu lagi! Tadi tidul dalam
lemali. Cekalang cudah mangun. Haiyya, cincaila..”
Tumbung juga si gendut ini, sumpah si
Bungsu dalam hati. Dan si gendut itu berjalan ke arahnya.
Si Bungsu tiba-tiba menyerang. Dia tak
ingin didahului oleh si gendut itu. Dia sudah merasakan akibatnya. Untung saja
yang kena adalah dirinya. Yang sudah terlatih bertahun-tahun. Kalau orang lain,
dia yakin sudah tiba di akhirat.
Makanya kini dia membuka serangan. Dia
hantam perut gendut itu dengan pukulan karate yang dia pelajari dari Kenji.
Hop! Mendarat persis tentang pusat. Cina itu tetap tegak. Malah tersenyum.
Pukulannya seperti menerpa karet yang kenyal. Memantul kembali.
Sebuah lagi puklan, kini menuju tempat
yang mematikan. Yaitu tentang jantung. Bukankah menurut Kenji, dada bahagian
jantung adalah tempat yang paling lemah dalam tubuh? Tempat itu bisa mematikan
kalau dipukul dengan kuat dan dengan kecepatan yang penuh perhitungan.
Ah tentang kekuatan, cepat dan penuh
perhitungan, dia tak usah malu. Dia sudah ahli. Maka pukulan itupun mendarat.
Tepat di tentang jantung Cina gendut itu. Dan laknatnya, pukulannya memental
lagi. Dan jahanamnya, Cina itu ngomong setelah kena pukul:
“Haaayaaa, jangan gelut-gelut dimuka
olang lamailah kawaaan. Malu kita dilihat olaang. Masak sudah besal masih gelut-gelut”
Syetan. Benar-benar syetan Cina gemuk
ini. Dia sudah memukul dengan jurus mematikan, dengan penuh perhitungan dan
penuh kecepatan, ternyata dicemoohkan sebagai gelut-gelut saja. Muka si Bungsu
jadi merah padam. Dan Cina itu berjalan terus ke pintu.
Ketika si Bungsu akan maju lagi, Cina itu
mengibaskan tangan kanannya. Dan seperti tadi, si Bungsu lagi-lagi terlambat
menghindar. Tangan babi gemuk itu bukan main cepatnya. Tamparan sambil lalu itu
mendarat di pipi si Bungsu. tubuh si Ungsu terangkat setengah jengkal dari
lantai, kemudian terpental!
Dan dia terpental justru ke tubuh gadis
yang tadi mengantarnya ke kamar. Kedua tubuh mereka terguling ke lantai. Untung
si Bungsu masih sadar. Dia segera memeluk tubuh gadis itu agar kepalanya tak
membentur lantai. Dan gadis itu dalam kagetnya juga memeluk si Bungsu
erat-erat.
Cina gemuk itu sambil melangkah menoleh
ke belakang. Langkahnya terhenti. Dia melihat kedua anak muda itu saling peluk
di lantai.
“Haayyaaa! Kalau mau pole-pole jangan
sinilah. Masuk kamal saja” Ya tuhan, ya Rabbi! Muka si Bungsu jadi merah padam.
Dia cepat bangkit dan menolong gadis Cina cantik itu bangkit. Kemudian
melangkah ke depan.
“Tunggu!” katanya.
Cina gemuk itu berhenti melangkah. Kali
ini si Bungsu benar-benar menghadapi lawan yang tak tanggung-tanggung. Pimpinan
sindikat perdagangan wanita ini memang tak tak salah pilih.
“Apa lagi kawan…. Mau gelut lagi?” Cina
gemuk itu menyindir. Demi malaikat, si Bungsu benar-benar mati kutu dibuat
orang ini. Tapi sebuah pikiran lain masuk ke kepalanya. Karena itu, dia tak
menjawab sindiran Cina gemuk itu. Dan Cina gemuk itu tahu benar akan
ketangguhannya, dia melambaikan tangan:
“Bay-bay. Sampai ketemu lagi kawan..”
katanya sambil cengar cengir. Dan kali ini, mau tak mau si Bungsu terpaksa nyegir
kuda.
Si gemuk itu memang memiliki rasa humor
yang hebat. Hingga dia tak memilih tempat dan waktu untuk bergurau. Dan tak
pula memilih lawan. Tak peduli sedang berkelahi atau sedang makan, nampaknya
dia suka benar bergurau. Guraunya gurau kuda pula.
Si Gemuk itu masuk ke taksi hitam yang
sejak tadi menanti di depan.
“Dapat?” tanya Keling yang jadi sopirnya.
“Dapatlaah…” jawab si gemuk itu santai.
“Tak ada perlawanan?”
“Ada. Tapi hanya sekedar coba-coba”
“Lalu?”
“Lalu ya lalu. We gertak dia. Keluar dia
punya kentuk. We tempeleng dia, keluar dia punya taik. Kini dia sedang belak,
we pigi”
Orang Keling yang pegang stir itu tertawa
seperti burung gagak.
Kemudian sedan itu berangkat meninggalkan
hotel tersebut.
Taksi itu melaju membelah jalan-jalan di
kota Singa tersebut.
Dengan rangkaian kejadian itu, bahkan
sejak perkelahian di rumah Nurdin dengan sindikat perdagangan wanita beberapa
hari yang lalu, si Bungsu telah terlibat langsung dalam lingkaran kontra
sindikat itu. Namanya segera saja masuk dalam daftar orang-orang yang harus
dilenyapkan.
Dan si Cina gemuk yang meninggalkan si
Bungsu dalam keadaan hidup di hotel Sam Kok itu ternyata telah membuat
kekeliruan. Dan kekeliruan itu segera harus dia bayar begitu sampai di
markasnya.
Markas mereka terletak di sebuah taman
yang mirip hutan yang bernama Bukit Merah. Sebuah rumah yang terletak lima
puluh meter dari jalan Henderson, kelihatan angker. Dari jalan rumah itu tak
kelihatan. Hanya nampak sebuah jalan masuk yang dipenuhi pohon-pohon serta
pinang merah. Berpagar tinggi. Kesanalah taksi hitam leham itu meluncur.
Sedan tersebut berhenti persis di teras
di depan rumah berwarna putih itu. Seekor anjing herder hampir sebesar harimau
menggonggong dua kali. Lalau ketika Cina gemuk itu keluar dari mobil, anjing
itu terdiam. Mengibaskan ekornya ke bawah perut, lalau duduk diam-diam. Cina dan
orang keling itu masuk.
Di ruang tamu mereka segera saja
membungkuk memberi hormat pada seorang bule berambut merah yang duduk dengan
dada telanjang.
“Beres?” tanyanya dengan suara sengau.
“Beles bos” jawab si Cina. Sambil menyerahkan
dokumen yang tadi dia rampas dari si Bungsu.
Bule itu menerima dokumen tersebut. Namun
dia tak segera membukanya.
“Apakah dia kau bereskan?”
“Dia bukan apa-apa bos. Anak kemalin yang
menangis kena geltak”
“Saya tidak bertanya apakah dia anak
kemaren atau anak besok. Yang saya tanya apakah dia telah kau bunuh”
Cina itu ragu-ragu. Temannya yang Keling
itu menunduk diam. Nampaknya orang Inggris yang berdada telanjang itu cukup
berkuasa. Di belakangnya tegak seorang bule lain, yang bertubuh atletis. Si Bule
yang satu ini tetap saja tegak.
Diam teka bergerak.
“Jawab pertanyaan saya, babi gemuk!”
orang Inggris itu membentak.
“Ya. Ya, saya segera akan membereskannya
bos” si gemuk itu menjawab dengan lemah. Orang Inggris itu mengerutkan kening.
“Engkau memang babi. Engkau terlalu membanggakan
kekuatanmu. Tapi hari ini engkau telah meninggalkan jejak. Dan ini bukan kali
yang pertama engkau berbuat kesalahan. Engkau boleh mengukur sampai dimana
kehebatanmu”
Sehabis berkata, orang Inggris itu
memberi kode ke belakangnya dengan goyangan telunjuk kanannya. Dan orang
Belanda yang tadi tegak diam seperti patung maju. Si Gemuk itu kaget. Namun dia
kelihatannya tak begitu takut. Sebab dalam organisasi ini, bila dia menang
dalam perkelahian maka kesalahannya akan diampuni. Tapi bila dia kalah, maka
nyawanya memang takkan pernah tertolong.
Ruang tamu dimana mereka berada itu cukup
luas. Si Belanda besar itu mengirimkan sebuah pukulan swing yang amat cepat. Namun
lebih cepat lagi Cina gemuk itu menangkap tangannya. Dan segera saja Cina itu
memutar tangan yang tertangkap itu disertai sebuah bentakkan. Itu adalah
gerakan Yui Yit Su yang amat mahir. Mematahkan dan membanting sekaligus.
Tubuh Belanda itu segara saja terputar
diudara. Namun ketika tubuhnya persis berada di atas, menjelang gerakan jatuh
ke lantai, tangan kirinya meluncur turun dalam bentuk pukulan. Dan Cina gemuk
itu tentu saja tak pernah menduga akan adanya serangan ini.
Tak ampun lagi, jidatnya kena hantam. Pletakk!!
Cina itu terpekik. Pegangannya lepas. Dan
tubuh Belanda itu berputaran di udara. Membentuk gerakkan salto dua kali. Dan turun
dengan ringan di atas kedua kakinya!
Kening Cina gemuk itu benjol sebesar buah
mangga. Bengkaknya merah kehitam-hitaman. Ini adalah pertarungan yang bukan
main. Dia melangkah perlahan dengan mata berapi mendekati Belanda itu.
Kembali Belanda itu mengirimkan sebuah
pukulan cepat ke rusuk. Dan disusul lagi dengan sebuah pukulan dari bawah ke
kerusuk. Namun kali ini Cina itu sudah sangat waspada. Dia mengelak dengan memiringkan
tubuh. Benar-benar patut dikagumi, dengan tubuhnya yang gemuk tambun seperti
kerbau bunting itu Cina ini masih dapat bergerak amat lincah. Sambil mengelak
ke samping tangannya mengirimkan sebuah tusukkan dengan dua jari tangannya ke
leher Belanda itu.
Serangannya amat cepat. Dan Belanda itu
nampaknya anggap enteng.
Barangkali karena serangan itu adalah
serangan hanya dengan jari-jari tangan, makanya Belanda itu tak begitu
mengacuhkannya. Namun dia segera saja menyadari kekeliruannya ketika ketiga
jari Cina gemuk itu menyentuh tenggorokkannya. Serangan itu ternyata bukan sembarangan
serangan. Melainkan serangan seorang ahli Kuntau!
Leher Belanda itu, “dimakan” ketiga jari
Cina tersebut. Mata Belanda itu medelik. Wajahnya segera saja jadi pucat. Dari lehernya
darah mengalir! Ada tiga bekas luka di lehernya! Dia tersurut. Tapi serangan
itu nampaknya tak mematikan. Belanda itu memang punya otot dan daya tahan yang
luar biasa. Itulah sebabnya tadi dia anggap enteng saja.
Kini ternyata dia berhasil dilukai. Namun
Cina itu juga kaget. Biasanya serangan tiga jarinya itu, tak pernah tidak
merenggut nyawa. Tapi kini, Belanda itu kelihatan masih tegak. Justru dengan wajah
beringas berang dan siap untuk balas menyerang.
Mereka berhadapan.
Saling pandang dan saling intai. Anjing Helder
diluar menggonggong. Sekali, kemudian diam.
Belanda itu maju dengan kedua tangan
terkepal. Cina itu berputar dengan kedua tangan terbuka. Si Keling dan si
Inggris yang jadi Bos di rumah itu melihat dengan diam. Tapi diamnya bos itu
berlainan dengan diamnya si Keliang. Si Bos diam dengan suatu kenikmatan
melihat pertarungan itu. Sementara si Keling dia dengan peluh bercucuran. Dia berharap
agar si Gemuk itu keluar sebagai pemenang.
Sebab, meski dia termasuk dalam rangkaian
tugas untuk melenyapkan anak Indonesia di hotel Sam Kok itu.
Bersambung ke…..Tikam Samurai (86)
Komentar
Posting Komentar