Langsung ke konten utama

Tikam Samurai (87)

Anak muda itu terguling untuk keduakalinya. Empat kali tembakan. Berarti kini masih tersisa satu peluru lagi.
“Bangkitlah. Kau seorang jagoan bukan? Dan seorang jagoan biasanya sok perkasa. Kalau akan ditembak suka tegak lurus dan menantang dengan dada terbuka dengan mata menatap tegas seperti mata anjing. Kau tegaklah dan cobakanlah sikap gagah perkasa konyolmu itu…! Kalau tidak kepalamu akan keremukkan ketika menelungkup itu….”
Orang itu nampaknya memang tak main-main. Dan si Bungsu memamng berusaha untuk tegak. Darah sudah berceceran di lantai. Dia menggigit bibir. Kepalanya mulai pusing. Kebanayakan mengeluarkan darah bisa membahayakan dirinya. Dia tahu benar akan hal itu. Namun dia teringat lagi pada permintaan Eka, gadis kecil Overste Nurdin.
“Paman berjanji akan membunuh orang yang melukai ayah, ya paman?”
“Ya, paman berjanji..”
Dan dia bangkit. Tegak dengan tangan tergantung lemah keduanya. Lengan kanan dan paha kirinya telah berlumur darah. Sakitnya hanya Tuhan yang tahu.
“Nah, kini kau datang kesini sambil merangkak. Cepaat..!” perintah orang Inggris itu menggeledek. Si Bungsu menurut. Dia membungkuk. Tangan kirinya bergoyang. Dua buah samurai kecil yang diikat di lengan kirinya itu melosoh turun. Disambut jari-jarinya. Terlindung dari penglihatan si Inggris oleh punggung tangannya.
Dan kini terpaksa mempergunakan samurai yang dilengan kiri. Sebab tangan kananya sudah lumpuh. Ini adalah kesempatannya yang terakhir. Kalau kesempatan ini tak dia pergunakan, maka tamatlah riwayatnya. Dia membungkuk terus untuk memenuhi perintah si Inggris agar dia merangkak. Tapi begitu tubuhnya membungkuk itu, tubuhnya berputar. Dia pikir orang itu pening dan akan jatuh ke lantai.
Namun si Bungsu berputar sambil melemparkan kedua samurai kecil itu di tangan kirinya. Dan kedua samurai itu menancap di tenggorokkan si Inggris . masuk hingga hulu samurai itu hanya nampak satu senti. Yang satu menancap di leher si Belanda yang tadi mengalahkan Cina gendut itu. Samurai yang satu itu hanya menancap separohnya. Namun Belanda itu seperti orang dicekik setan. Matanya juling dan lidah terjulur. Dia berusaha untuk mencabut samurai itu dari lehernya.
Namun usahanya itu alangkah sulitnya dia lakukan. Darah melelh di sela batang samurai kecil itu. Akhirnya yang mampu dia lakukan adalah jatuh. Belum mati. Yang sudah mati adalah si Inggris yang memegang pistol otomatik itu. Ujung samurai kecil itu menyembul sedikit di tengkuknya. Dia merasakan nafasnya sesak. Jantungnya sperti akan pecah. Dia mengangkat pistol. Berusaha menarik pelatuknya.
Namun itulah usahanya yang terakhir. Pelatuk pistol itu tak pernah mampu di tarik. Yang tertarik justru pelatuk nyawanya. Dan nyawanya melompat ke luar dari tubuhnya yang laknat itu. Nyawanya melayang justru ketika tubuhnya masih tegak.
Dan tubuh yang tak bernyawa itu, jatuh dengan bunyi bergedubrak ke atas tubuh Cina gemuk yang tadi ketika mereka masih sama-sama hidup adalah anak buahnya. Kini setelah mereka mati, maka tak ada perbedaan mana yang bos dan mana yang buruh. Ketika sudah mati, yang buruh dan yang majikan jasadnya sama-sama jadi bangkai!
Si Belanda itu masih mengejang-ngejang ketika bosnya sudah mati. Tubuhnya meregang-regang. Suaranya gemuruh seperti kerbau disembelih. Lalu tiba-tiba diam. Matanya memandang pada si Bungsu dan juga sekaligus memandang pada bosnya. Kenapa bisa begitu? Memang begitulah, karena matanya jadi juling!
Si Bungsu juga jatuh terduduk. Darah sudah cukup banyak mengalir dari dua luka di paha dan di lengan kanannya.
Dia terduduk dengan lemah. Matanya memandang ke meja. Ada surat kabar dan ada majalah dengan gambar wanita-wanita telanjang. Dan ada dokumen yang tadi dirampas oleh Cina gendut itu darinya di hotel Sam kok.
Dia bangkit dengan susah payah. Untung saja di rumah ini hanya empat orang itu saja yang ada. Kalau ada seorang lagi, maka tamatlah riwayatnya. Bagaimana dia akan melawan dengan tubuh luka demikian?
Dia lalu memunguti dokumen itu. Memasukkan ke balik baju di sebelah kiri. Kemudian mengitari kamar-kamar di rumah itu dalam usahanya mencari kotak obat-obatan. Dan kotak obat itu dia temukan di ruang makan. Dia buka tutupnya. Mengambil sejenis alkohol. Menyiramkannya ke kapas. Lalu dia merobek kaki celana dan lengan bajunya di tentang luka tertembak tadi. Untung kedua peluru itu menembus langsung kaki dan tangannya. Dengan demikian dia tak begitu menderita.
Yodium itu dihapuskan ke lukanya. Pedihnya bukan main. Namun dengan teguh dia bersihkan terus. Setelah itu dia mengambil sejenis obat lalu membalutkan ke lukanya. Dia masih belum pergi dari rumah itu. Sidik jarinya bertebaran di rumah ini. Polisi Singapura bisa dengan mudah membekuknya dengan alasan pembunuhan. Sebab sidik jarinya diambil ketika dia mula pertama mendarat di lapangan udara.
Pembunuhan anggota sindikat itu di rumah Nurdin yang terletak di jalan Brash Basah memang tak diusut sebagai sebuah pembunuhan. Karena pihak Konsulat Indonesia melakukan protes dan menyatakan sindikat-sindikat itu datang dengan niat merampok.
Maka untuk menghilangkan jejak, si Bungsu lalu mengambil derigen minyak yang dia temukan di garasi. Lalu dia siramkan ke luruh ruangan.
Nah, kini tinggal mengambil korek api. Dan benda itu ada di atas meja. Dekat majalah dengan gambar perempuan telanjang. Dia mengambil korek api. Lalu membakar majalah dan koran di meja itu. Api menyala. Koran dan majalah itu dia lemparkan ke minyak yang tadi telah dia siramkan. Dan api segera menjilat dan membakar keseluruhan ruangan.
Si Bungsu masih menanti beberapa saat. Kemudian setelah yakin rumah itu bakal dilahap api seluruhnya, dia lalu berjalan keluar dengan tenang. Membuka pintu pagar. Kemudian dia masih harus berjalan beberapa ratus meter baru sampai di jalan Gagak Selari Timur. Di jalan itu baru ada taksi lewat. Dia menyetop taksi. Kemudian kembali ke hotelnya.
Gadis Cina akan pemilik hotel Sam Kok di daerah Anting itu kaget melihat dia muncul. Dari kaget wajahnya berobah sangat gembira. Dia lantas meninggalkan buku dan tamunya yang akan menginap. Berjalan bergegas ke arah si Bungsu. tamunya dua orang dari Australia, menganga saja ditinggalkan gadis itu.
“Hei, kami bagaimana, ada kamar atau tidak..” kedua orang Australia itu berseru. Tanpa menoleh gadis cantik dengan lesung pipit di kedua pipinya itu balas pula berseru:
“A Bun! Layani orang itu…”
Dari belakang muncul seorang lelaki Cina yang lain. Dialah A Bun yang di panggil gadis itu.
“Tuan ingin menginap disini?” tanya A Bun. Tapi kedua orang Australia itu masih memandang pada gadis cantik yang telah meninggalkannya itu.
“Itu suaminya?” salah seorang bertanya sambil memonyongkan mulutnya ke arah si Bungsu. A Bun menggeleng.
“Tunangannya?”
A Bun menggeleng.
“Pacarnya…?”
A Bun menggeleng.
“Apakah orang itu adalah orang yang menginap disini?”
Kali ini A Bun mengangguk.
“Kalau demikian, nona itu harus melayani kami juga. Dia harus adil melayani tamu. Jangan berat sebelah…”
“Tuan mau menginap disini atau tidak..?” A Bun bertanya kesal.
“Yes. Yeslah. Yeslah…”
A Bun lalu mencatat nama mereka. Tapi mata kedua orang Australia itu tak pernah lepas dari tubuh gadis Cina cantik itu. Pada pinggulnya yang sintal. Pada dadanya yang ranum. Pada lesung pipit dan senyumhya yang membuat kepala pusing tujuh keliling.
“Anda luka…” suara gadis itu terdengar perlahan begitu dia tegak di depannya. Si Bungsu menatap pada lukanya. Kemudian pada gadis itu. Lalau mengangguk perlahan.
“Anda berkelahi dengan mereka..?”
Si Bungsu menggeleng.
“Lalu kenapa kaki dan tangan anda luka begini..?’
“Digigit kerbau…”
Gadis itu menatap heran pada si Bungsu. si Bungsu menatap pula padanya. Akhirnya gadis itu tersenyum. Manis ekali dengan lesung pipit di pipinya.
“Kenapa senyum. Ada yang lucu?”
“Ya..”
“Apa..?”
“Tentang kerbau itu”
“Apanya yang lucu?”
“Bukankah kerbau yang menanduk anda itu adalah kerbau yang datang kemari pagi tadi?”
Dia melangkah masuk. Gadis itu mengiringkan. Tapi sampai di loby, kedua lelaki Australia tadi memegang tangan gadis itu. Gadis itu menyentakkan tangannya.
“Hei, kamu harus menunjukkan mana kamar kami, nona..”
“Ngomong ya ngomong. Tapi tangannya jangan getayangan ya!”
“Oho-ho! Galak benar si cantik ini. Siapa namamu upik?”
Yang berjambang lebat dan bermata coklat berkata sambil mencowel pipi gadis itu tentang lesung pipitnya. Namun gadis itu mengelak. Dan orang Australia itu mencowel angin.
“Tuan kalau tidak sopan, silahkan meninggalkan hotel ini..”
Kedua orang itu berpandangan. Kemudian tertawa.
“Ah, maafkan. Kami adalah orang yang paling sopan upik. Tentu kami berbaik-baik. Nah, kini tunjukkan dimana kamar kami…”
Gadis itu memberi tanda pada A Bun, dan A Bun membawa kunci berjalan ke belakang lewat gang yang dialas perlak berwarna merah. Kedua lelaki itu mengikuti sambil melemparkan senyum cengar-cengirnya pada gadis tersebut.
Gadis itu menoleh pada si Bungsu.  Tapi anak muda itu sudah tak ada lagi. Dia sudah sampai di kamarnya di lantai dua. Disana dia membuka pakaian. Kemudian dengan kelelahan yang tak tertanggungkan dia membaringkan diri setelah meletakkan dokumen tentang sindikat perdagangan wanita itu di dalam kopernya di lemari.
Sesaat setelah dia membaringkan diri, kepalanya terasa berdenyut. Lelah dan kantuk menyerang dengan hebat. Rasa sakit menhentak-hentak. Dan entah mana yang datang duluan, entah tidur entah pingsan. Yang jelas, sepuluh atau sebelas detik setelah dia meletakkan kepalanya di bantal diapun tak sadar diri.
Dan dalam tak sadar dirinya, Salma dan Mei-mei seperti datang merawatnya. Kemudian Hannako dan Michiko. Dia sangat gembira atas gadis-gadis itu. Namun itulah mimpin yang paling buruk seumur hidupnya.
Dia tersadar. Membuka mata perlahan. Yang membuat dia bangun adalah rasa lapar yang tak tertanggungkan. Kepalanya masih terasa berat. Ada bayangan samar-samar. Kemudian ketika dia membiasakan matanya dari cahaya terang. Dia jadi kaget melihat siapa yang di depannya. Dia berusaha bangkit. Namun tangan halus dari gadis yang duduk disisinya mencegahnya dengan halus. Dan gadis itu tersenyum. Dua lesung pipit segera saja membayang dipipinya yang montok.
“Anda harus banyak istirahat….tetaplah tenang…”
Si Bungsu menggelengkan kepala perlahan. Mencoba mengusir rasa pening dan bayangan mimpi yang tak menentu.
Dia memandang ke jendela.
“Hari sudah sore…” katanya perlahan.
“Ya. Dua kali sore. Anda bermimpi banyak sekali…” gadis itu tersenyum lagi. Si Bungsu menarik nafas, kemudian ketika ingat pada lukanya, dia melihat ke pahanya. Namun pahanya tertutup selimut. Dia buka selimut tentang bahunya. Bahunya telah terbalut kain.
“Obatnya telah diganti ayah saya. Ayah punya obat tradisional yang ampuh. Hari ini anda sudah bisa bangkit dan bisa ditanduk kerbau lagi. Lihatlah…!” berkata begitu, gadis tersebut menusuk luka di bahu si Bungsu. si Bungsu yang semula kaget, jadi terheran-heran. Bekas luka di bawah balutan kain itu tak merasa apa-apa lagi.
Dia menatap gadis itu.
“Ya. Sudah sembuh. Kami memiliki obat-obatan yang dibawa ayah dari daratan Tinggoan di Tiongkok. Kampung kami terkenal dengan tabib-tabi yang masyhur. Ayah saya termasuk salah seorang diantara tabib yang masyhur itu….nah, anda pasti lapar. Dua hari tak makan bukan?”
Si Bungsu akhirnya menyerahkan dirinya pada kehendak gadis itu. Dia disuapkan oleh gadis dengan bubur ayam yang bukan main nikmatnya terasa.
Pada sendokan kedua puluh empat, si Bungsu berhenti. Dia menatap gadis itu tepat-tepat.
“Ada apa? Ayo, tinggal lima atau enam sendok lagi…”
“Anda baik sekali nona. Kenapa anda mau bersusah-susah membantu saya?”
“Ah, sudah kewajiban saya membantu tamu yang menginap di hotel saya bukan? Anda tamu saya..”
“Anda berbuat baik pada setiap tamu?”
“Ya. Harus begitu bukan?”
Si Bungsu mengangguk. Dia tersenyum.
“Kenapa tersenyum segala, ada yang lucu?” tanya gadis itu.
“Tidak. Hanya saya sedang memikirkan, alangkah repotnya anda waktu menyuapkan kedua tamu orang asing yang mencowel pipi anda tempo hari…”
Muka gadis itu bersemu merah. Dia menunduk malu. Benar-benar gadis yang cantik.
“Apakah anda menyuapkan semua tamu anda?’ si Bungsu menggoda lagi.
“Ya. Kami menyuapkan mereka semua. Tapi bukan saya yang bertugas. Untuk menyuapkan tamu-tamu yang lain, saya menyuruh a Bun, pembantu saya…”
 Dan si Bungsu tertawa mendengar gurau ini. Gadis itu juga tertawa. Aneh, mereka seperti sudah menjadi teman akrab.
“Hei, nama saya telah anda ketahui. Tapi saya belum mengenal nama anda. Apakah anda punya nama?” si Bungsu bertanya lagi setelah menelan bubur yang disendokkan gadis itu.
“Apakah itu perlu?”
“Tentu. Bagaimana saya akan memanggil nona. Apakah cukup dengan si lesung pipit saja?”
Gadis itu tersipu lagi. Menunduk, dan menatap pada si Bungsu dengan matanya yang indah. Rasanya si Bungsu ingin sakit seratus tahun lagi.
“Nama saya Mei-mei…” suara gadis itu terdengar perlahan.
Namun ditelinga si Bungsu suara menyebutkan Mei-mei itu bukan main dahsyatnya. Dia terbatuk. Wajahnya jadi pucat. Gadis itu kaget. Memegang kepala si Bungsu. Menyangka panas dan penyakit anak muda itu kambuh lagi. Ketika kepala anak muda itu tak apa-apa, dia mendekapkan telinganya kepada si Bungsu yang tak dapat berbuat apa-apa selain membiarkan saja gadis itu seperti dokter memeriksa pasiennya.
“Hei. Jantung anda tak normal. Terlalu kencang degupnya. Ada apa?”
Bersambung ke…..Tikam Samurai (88)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SEJARAH PENDIRIAN BENGKEL AA CEMPAKA AUTO SERVICE

Sejarah Singkat pendirian Usaha perbengkelan AA CEMPAKA Auto Service yang berlokasi dijalan By Pass KM 9 Simpang Taruko 1 Kalumbuk Padang   merupakan suatu perusahaan jasa yang bergerak dibidang perbengkelan dan penjualan yaitu memperbaiki kendaraan penumpang roda empat dan juga menjual spare part, pelumas (Engine Oil) maupun peralatan lainnya. Bengkel AA CEMPAKA Auto Service didirikan pada tanggal 01 Juni 2015, oleh ASRUL ARMISKA beliau adalah mantan karyawan disebuah perusahaan otomotif terbesar yang merupakan pemegang merek kendaraan terkenal di Indonesia dan bekerja sama dengan beberapa pihak pemodal perorangan. Bengkel ini pada awalnya didirikan hanya untuk melayani service ringan dengan menyewa tempat berupa kios sederhana dan hingga kini sudah beberapa kali mengalami perpindahan lokasi usaha, seiring dengan jumlah pelanggan yang terus bertambah dimana beberapa bulan kemudian melihat banyaknya pelanggan yang meminta perbaikan-perbaikan pada kendaraan milik m

Mesin Avanza tidak bisa hidup sehabis bongkar Mesin

Ilmu itu sayang jika hanya disimpan maka pada kesempatan ini saya akan berbagi tentang kasus Mesin avanza dan yang sejenis tidak bisa hidup setelah bongkar mesin atau setelah ganti rantai timing (timing chain)..Dan disini saya tidak bermaksud menggurui atau merasa lebih pintar dari agan-agan sekalian hanya berharap semoga ada yang bisa mengambil manfaat terutama bagi mekanik-mekanik pemula. Kasus ini sudah beberapa kali saya dapatkan setelah beberapa rekan-rekan mekanik meminta pertolongan untuk mencari titik permasalahan kenapa mesin tidak bisa hidup. Seperti biasa sebelum kita melangkah ke step yang lebih jauh, sebaiknya kita harus mengembalikan pola analisa kita kedasar, dimana kita harus memulai dari langkah-langkah yang paling sederhana yaitu bahwa mesin akan bekerja apabila terpenuhinya tiga syarat utama berikut ini : Kompresi yang tinggi (sesuai standar) Loncatan bunga api Busi yang kuat (Mesin Bensin) Perbandingan campuran Udara dan bahan bakar yang tepat Dalam mas

Tikam Samurai (53)

Kedua lelaki anggota Jakuza itu menoleh. Si Bungsu tegak dengan mulut terpaut rapat. Matanya bersinar seperti api yang siap membakar. “Siapa kau!” desis lelaki yang memegang samurai itu. Si Bungsu menyapu ruangan itu dengan pandangan mata. Dan sekilas dia dapat menerka apa yang terjadi. Teman anggota Jakuza yang pernah dia bunuh ketika menolong Hannako di terowongan daerah Yotsui dulu, kini datang lagi mencari Hannako. Dan dari pintu kamar Kenji yang terbuka, dia melihat kaki sebatas paha Hannako terkulai ke bawah tempat tidur. “Siapa kau!” Jepang bersamurai pendek dan bertubuh besar itu menggeram takkala melihat orang asing yang baru masuk itu tak mengindahkan pertanyaan pertamanya. “Saya malaikat maut…..” desis si Bungsu sambil maju perlahan. Di tangan kirinya samurainya terpegang kukuh. Sementara tangan kanannya tergantung lemah. Anggota Jakuza itu ingin segera menyudahi pekerjaannya. Dia maju menyongsong si Bungsu. “Bungsu-san…..larilah. selamatkan dirimu. Mere