Suku Minangkabau atau Minang (seringkali disebut
Orang Padang) adalah suku yang berasal dari provinsi Sumatera Barat.
Suku ini terutama terkenal karena adatnya yang matrilineal, walau
orang-orang Minang sangat kuat memeluk agama Islam. Adat basandi syara',
syara' basandi Kitabullah (Adat bersendikan hukum, hukum bersendikan Al
Qur'an) merupakan cerminan adat Minang yang berlandaskan Islam.
Suku Minang terutama menonjol dalam bidang pendidikan
dan perdagangan. Kurang lebih dua pertiga dari jumlah keseluruhan
anggota suku ini berada dalam perantauan. Minang perantauan pada umumnya
bermukim di kota-kota besar, seperti Jakarta, Bandung, Pekanbaru,
Medan, Batam, Palembang, dan Surabaya. Untuk di luar wilayah Indonesia,
suku Minang banyak terdapat di Malaysia (terutama Negeri Sembilan) dan
Singapura. Di seluruh Indonesia dan bahkan di mancanegara, masakan khas
suku ini, populer dengan sebutan masakan Padang.
Minangkabau merupakan tempat berlangsungnya perang Paderi di tahun 1821 - 1837.
Suku-suku dalam Etnik MinangkabauDalam
etnis Minangkabau terdapat banyak lagi klan, yang oleh orang Minang
sendiri hanya disebut dengan istilah suku. Beberapa suku besar mereka
adalah suku Piliang, Bodi Caniago, Tanjuang, Koto, Sikumbang, Malayu,
Jambak; selain terdapat pula suku pecahan dari suku-suku utama tersebut.
Kadang beberapa keluarga dari suku yang sama, tinggal dalam suatu rumah
yang disebut Rumah Gadang.
Di masa awal Minangkabau mengemuka, hanya ada empat suku dari dua lareh atau kelarasan (laras). Suku-suku tersebut adalah:
Suku Koto
Suku Piliang
Suku Bodi
Suku Caniago
Suku Koto
Suku Piliang
Suku Bodi
Suku Caniago
Dan dua kelarasan itu adalah :
Lareh Koto Piliang yang digagas oleh Datuk Ketumanggungan
Lareh Bodi Caniago, digagas oleh Datuk Perpatih Nan Sebatang
Perbedaan antara dua kelarasan itu adalah:
Lareh Koto Piliang yang digagas oleh Datuk Ketumanggungan
Lareh Bodi Caniago, digagas oleh Datuk Perpatih Nan Sebatang
Perbedaan antara dua kelarasan itu adalah:
Lareh Koto Piliang menganut sistem budaya Aristokrasi Militeristik
Lareh Bodi Caniago menganut sistem budaya Demokrasi Sosialis
Dalam masa selanjutnya, muncullah satu kelarasan baru bernama Lareh Nan Panjang, diprakarsai oleh Datuk Sakalok Dunia Nan Bamego-mego.
Lareh Bodi Caniago menganut sistem budaya Demokrasi Sosialis
Dalam masa selanjutnya, muncullah satu kelarasan baru bernama Lareh Nan Panjang, diprakarsai oleh Datuk Sakalok Dunia Nan Bamego-mego.
Sekarang, suku-suku dalam Minangkabau berkembang
terus dan sudah mencapai ratusan suku, yang terkadang sudah sulit untuk
mencari persamaannya dengan suku induk. Di antara suku-suku tersebut
adalah:
Suku Tanjung
Suku Sikumbang
Suku Sipisang
Suku Bendang
Suku Melayu (Minang)
Suku Guci
Suku Panai
Suku Jambak
Suku Kutianyie
Suku Kampai
Suku Payobada
Suku Pitopang
Suku Mandailiang
Suku Mandaliko
Suku Sumagek
Suku Dalimo
Suku Simabua
Suku Salo
Suku Singkuan
Suku Sikumbang
Suku Sipisang
Suku Bendang
Suku Melayu (Minang)
Suku Guci
Suku Panai
Suku Jambak
Suku Kutianyie
Suku Kampai
Suku Payobada
Suku Pitopang
Suku Mandailiang
Suku Mandaliko
Suku Sumagek
Suku Dalimo
Suku Simabua
Suku Salo
Suku Singkuan
Etimologi
Nama Minangkabau berasal dari dua kata, minang (menang) dan kabau (kerbau). Nama itu berasal dari sebuah legenda. Konon pada abad ke-13, kerajaan Jawa melakukan invasi ke Minangkabau. Untuk mencegah pertempuran, masyarakat lokal mengusulkan untuk mengadu kerbau Minang dengan kerbau Jawa. Pangeran Jawa menyetujui usul tersebut dan menyediakan seekor kerbau yang besar dan agresif. Sedangkan masyarakat Minang menyediakan seekor anak kerbau yang lapar dengan diberikan pisau pada tanduknya. Dalam pertempuran, anak kerbau itu mencari kerbau Jawa dan langsung mencabik-cabik perutnya, karena menyangka kerbau tersebut adalah induknya yang hendak menyusui. Kecemerlangan masyarakat Minang tersebut yang menjadi inspirasi nama Minangkabau.
Nama Minangkabau berasal dari dua kata, minang (menang) dan kabau (kerbau). Nama itu berasal dari sebuah legenda. Konon pada abad ke-13, kerajaan Jawa melakukan invasi ke Minangkabau. Untuk mencegah pertempuran, masyarakat lokal mengusulkan untuk mengadu kerbau Minang dengan kerbau Jawa. Pangeran Jawa menyetujui usul tersebut dan menyediakan seekor kerbau yang besar dan agresif. Sedangkan masyarakat Minang menyediakan seekor anak kerbau yang lapar dengan diberikan pisau pada tanduknya. Dalam pertempuran, anak kerbau itu mencari kerbau Jawa dan langsung mencabik-cabik perutnya, karena menyangka kerbau tersebut adalah induknya yang hendak menyusui. Kecemerlangan masyarakat Minang tersebut yang menjadi inspirasi nama Minangkabau.
Asal UsulSuku Minang merupakan
bagian dari masyarakat Deutro Melayu (Melayu Muda) yang melakukan
migrasi dari daratan China Selatan ke pulau Sumatera sekitar 2.500-2.000
tahun yang lalu. Diperkirakan kelompok masyarakat ini masuk dari arah
Timur pulau Sumatera, menyusuri aliran sungai Kampar hingga tiba di
dataran tinggi Luhak nan Tigo (darek). Kemudian dari Luhak nan Tigo
inilah suku Minang menyebar ke daerah pesisir (pasisie) di pantai barat
pulau Sumatera, yang terbentang dari Barus di utara hingga Kerinci di
selatan.
Selain berasal dari Luhak nan Tigo, masyarakat
pesisir juga banyak yang berasal dari India Selatan dan Persia. Dimana
migrasi masyarakat tersebut terjadi ketika pantai barat Sumatera menjadi
pelabuhan alternatif perdagangan selain Malaka, ketika kerajaan
tersebut jatuh ke tangan Portugis.
Sosial KemasyarakatanDaerah
Minangkabau terdiri atas banyak nagari. Nagari ini merupakan daerah
otonom dengan kekuasaan tertinggi di Minangkabau. Tidak ada kekuasaan
sosial dan politik lainnya yang dapat mencampuri adat di sebuah nagari.
Nagari yang berbeda akan mungkin sekali mempunyai tipikal adat yang
berbeda. Tiap Nagari dipimpin oleh sebuah dewan yang terdiri dari
pemimpin-pemimpin suku dari semua suku yang ada di nagari tersebut.
Dewan ini disebut dengan KAN (Kerapatan Adat Nagari). Dari hasil
musyawarah dan mufakat dalam dewan inilah sebuah keputusan dan peraturan
yang mengikat untuk nagari itu dihasilkan.
KebudayaanPakaian adat Minangkabau
Dalam pola keturunan dan pewarisan adat, suku Minang menganut pola matrilineal, yang mana hal ini sangatlah berlainan dari mayoritas masyarakat dunia menganut pola patrilineal. Terdapat kontradiksi antara pola matrilineal dengan pola pewarisan yang diajarkan oleh agama Islam yang menjadi anutan hampir seluruh suku Minang. Oleh sebab itu dalam pola pewarisan suku Minang, dikenallah harta pusaka tinggi dan harta pusaka rendah. Harta pusaka tinggi merupakan harta turun temurun yang diwariskan berdasarkan garis keturunan ibu, sedangkan harta pusaka rendah merupakan harta pencarian yang diwariskan secara faraidh berdasarkan hukum Islam.
Dalam pola keturunan dan pewarisan adat, suku Minang menganut pola matrilineal, yang mana hal ini sangatlah berlainan dari mayoritas masyarakat dunia menganut pola patrilineal. Terdapat kontradiksi antara pola matrilineal dengan pola pewarisan yang diajarkan oleh agama Islam yang menjadi anutan hampir seluruh suku Minang. Oleh sebab itu dalam pola pewarisan suku Minang, dikenallah harta pusaka tinggi dan harta pusaka rendah. Harta pusaka tinggi merupakan harta turun temurun yang diwariskan berdasarkan garis keturunan ibu, sedangkan harta pusaka rendah merupakan harta pencarian yang diwariskan secara faraidh berdasarkan hukum Islam.
Meskipun menganut pola matrilineal, masyarakat suku
Minang mendasarkan adat budayanya pada syariah Islam. "Adat basandi
syarak, syarak basandi kitabullah. Syarak mangato adat mamakai."
Upacara dan Festival
Turun mandi
Batagak pangulu
Turun ka sawah
Manyabik
Hari Rayo
Tabuik
Kesenian
Randai
Pencak Silat
Saluang
Talempong
Tari Piring
Tari Payung
Tari Pasambahan
Tari Indang
Sambah manyambah
Nasi Kapau
Turun mandi
Batagak pangulu
Turun ka sawah
Manyabik
Hari Rayo
Tabuik
Kesenian
Randai
Pencak Silat
Saluang
Talempong
Tari Piring
Tari Payung
Tari Pasambahan
Tari Indang
Sambah manyambah
Nasi Kapau
Kerajinan TanganSongket yang dikerjakan oleh Pandai Sikek
Makanan KhasRendang
Sambal Balado
Kalio
Gulai Cancang
Samba Lado Tanak
Palai
Lamang
Bubur Kampiun
Es Tebak
Gulai Itik
Gulai Kepala Ikan Kakap Merah
Sate Padang
Soto Padang
Asam Padeh
Keripik Jangek
Keripik Balado
Keripik Sanjai
Dakak-dakak
Galamai
Amping Badadih
dan banyak lagi yang lainnya
Sambal Balado
Kalio
Gulai Cancang
Samba Lado Tanak
Palai
Lamang
Bubur Kampiun
Es Tebak
Gulai Itik
Gulai Kepala Ikan Kakap Merah
Sate Padang
Soto Padang
Asam Padeh
Keripik Jangek
Keripik Balado
Keripik Sanjai
Dakak-dakak
Galamai
Amping Badadih
dan banyak lagi yang lainnya
Minang Perantauan
Rumah GadangMinang perantauan merupakan istilah untuk suku Minangkabau yang hidup di luar provinsi Sumatera Barat, Indonesia. Etos merantau orang Minangkabau sangatlah tinggi, bahkan diperkirakan tertinggi di Indonesia. Dari hasil studi yang pernah dilakukan oleh Mohctar Naim, 1973 (Merantau, Minangkabau Voluntary Migration, University of Singapore), pada tahun 1961 terdapat sekitar 32 % orang Minang yang berdomisili di luar Sumatera Barat, tetapi pada tahun 1971, jumlah itu meningkat menjadi 44 %. Berarti hampir separuh orang Minang berada di luar Sumatra Barat. Melihat data tersebut, maka berarti ada perubahan cukup besar pada etos merantau orang Minangkabau dibanding suku lainnya di Indonesia. Sebab menurut sensus tahun 1930, perantau tertinggi di Indonesia adalah orang Bawean (35,9 %), kemudian suku Batak (14,3 %), lalu Banjar (14,2 %), sedangkan suku Minang hanya sebesar 10,5 %.
Rumah GadangMinang perantauan merupakan istilah untuk suku Minangkabau yang hidup di luar provinsi Sumatera Barat, Indonesia. Etos merantau orang Minangkabau sangatlah tinggi, bahkan diperkirakan tertinggi di Indonesia. Dari hasil studi yang pernah dilakukan oleh Mohctar Naim, 1973 (Merantau, Minangkabau Voluntary Migration, University of Singapore), pada tahun 1961 terdapat sekitar 32 % orang Minang yang berdomisili di luar Sumatera Barat, tetapi pada tahun 1971, jumlah itu meningkat menjadi 44 %. Berarti hampir separuh orang Minang berada di luar Sumatra Barat. Melihat data tersebut, maka berarti ada perubahan cukup besar pada etos merantau orang Minangkabau dibanding suku lainnya di Indonesia. Sebab menurut sensus tahun 1930, perantau tertinggi di Indonesia adalah orang Bawean (35,9 %), kemudian suku Batak (14,3 %), lalu Banjar (14,2 %), sedangkan suku Minang hanya sebesar 10,5 %.
Saat ini diperkirakan jumlah Minang perantauan bisa
mencapai 70 %, bahkan lebih. Hal ini berdasarkan penelitian acak, yang
menyebutkan setiap keluarga di ranah Minang, dua pertiga saudaranya
hidup di perantauan[rujukan?]. Kini wanita Minangkabau pun sudah lazim
merantau. Tidak hanya karena alasan ikut suami, tapi juga karena ingin
berdagang, meniti karier dan melanjutkan pendidikan.
Merantau pada etnis Minang telah berlangsung cukup
lama. Migrasi besar-besaran pertama terjadi pada abad ke-14, dimana
banyak keluarga Minang yang berpindah ke Negeri Sembilan, Malaysia.
Kemudian gelombang migrasi berikutnya terjadi pada abad ke-19, yaitu
ketika Minangkabau mendapatkan hak privelese untuk mendiami kawasan
kerajaan Riau-Lingga.
Pada masa penjajahan Belanda, migrasi besar-besaran
terjadi pada tahun 1920, ketika perkebunan tembakau di Deli, Sumatera
Timur dikembangkan pemerintah kolonial Hindia Belanda. Pada masa
kemerdekaan, Minang Perantauan banyak mendiami kota-kota besar di pulau
Jawa. Kini, Minang Perantauan hampir tersebar di seluruh dunia.
Ada banyak penjelasan terhadap fenomena ini, salah
satu penyebabnya ialah sistem kekerabatan matrilineal. Dengan sistem
ini, penguasaan harta pusaka dipegang oleh kaum perempuan sedangkan hak
kaum pria dalam hal ini cukup kecil. Hal inilah yang menyebabkan kaum
pria Minang memilih untuk merantau.
Penjelasan lain adalah pertumbuhan penduduk yang
tidak diiringi dengan bertambahnya sumber daya alam yang dapat diolah.
Jika dulu hasil pertanian dan perkebunan, sumber utama tempat mereka
hidup dapat menghidupi keluarga, maka kini hasil sumber daya alam yang
menjadi penghasilan utama mereka itu tak cukup lagi memberi hasil untuk
memenuhi kebutuhan bersama, karena harus dibagi dengan beberapa
keluarga. Faktor-faktor inilah yang kemudian mendorong orang Minang
pergi merantau mengadu nasib di negeri orang. Untuk kedatangan
pertamanya ke tanah rantau, biasanya para perantau menetap terlebih
dahulu di rumah dunsanak yang dianggap sebagai induk semang. Mayoritas
perantau baru ini biasanya berprofesi sebagai pedagang kecil.
Orang Minangkabau dan PencapaiannyaSuku Minang terkenal sebagai suku yang terpelajar, oleh sebab itu pula mereka menyebar di seluruh Indonesia bahkan manca-negara dalam berbagai macam profesi dan keahlian, antara lain sebagai politisi, penulis, ulama, pengajar, jurnalis, dan pedagang. Berdasarkan jumlah populasi yang relatif kecil (3% dari penduduk Indonesia), Minangkabau merupakan salah satu suku tersukses dengan banyak pencapaian. Majalah Tempo dalam edisi khusus tahun 2000 mencatat bahwa 6 dari 10 tokoh penting Indonesia di abad ke-20 merupakan orang Minang.
Sejak dulu orang Minang telah merantau ke berbagai
daerah di Jawa, Sulawesi, semenanjung Malaysia, Thailand, Brunei, hingga
Philipina. Di tahun 1390, Raja Bagindo mendirikan Kesultanan Sulu di
Philipina selatan. Pada abad ke-14 orang Minang melakukan migrasi ke
Negeri Sembilan, Malaysia dan mengangkat raja untuk negeri baru tersebut
dari kalangan mereka. Raja Melewar merupakan raja pertama Negeri
Sembilan yang diangkat pada tahun 1773. Di akhir abad ke-16, ulama
Minangkabau Dato Ri Bandang dan Dato Ri Tiro, menyebarkan Islam di
Indonesia timur dan mengislamkan kerajaan Gowa.
Kedatangan reformis Muslim yang menuntut ilmu di
Kairo dan Mekkah mempengaruhi sistem pendidikan di Minangkabau. Sekolah
Islam modern Sumatera Thawalib dan Diniyah Putri banyak melahirkan
aktivis yang banyak berperan dalam proses kemerdekaan, antara lain
Djamaluddin Tamin, A.R Sutan Mansyur, dan Siradjuddin Abbas.
Pada periode 1920 - 1960 banyak politisi Indonesia
yang berpengaruh berasal dari Minangkabau. Di masa Demokrasi Liberal,
pemerintahan dan parlemen Indonesia banyak diisi oleh orang Minang.
Diantara mereka ialah Mohammad Hatta, Sutan Syahrir, Tan Malaka,
Muhammad Yamin, Agus Salim, Muhammad Natsir, dan Assat. Penulis dan
jurnalis Minang banyak mempengaruhi perkembangan bahasa Indonesia.
Mereka mengembangkan bahasa Indonesia melalui berbagai macam profesi dan
bidang keahlian. Marah Rusli, Abdul Muis, Sutan Takdir Alisjahbana,
Idrus, dan Hamka sebagai penulis novel. Chairil Anwar dan Taufik Ismail
lewat puisi, serta Djamaluddin Adinegoro dan Rosihan Anwar sebagai
jurnalis. Di Indonesia dan Malaysia, disamping orang Tionghoa, orang
Minang juga terkenal sebagai pengusaha ulung. Banyak pengusaha Minang
sukses berbisnis di bidang perdagangan tekstil, rumah makan, perhotelan,
pendidikan, dan rumah sakit.
Orang Minang juga berkontribusi besar di Malaysia dan
Singapura, antara lain Yusof bin Ishak (presiden pertama Singapura),
Zubir Said (komposer lagu kebangsaan Singapura Majulah Singapura), Tan
Sri Abdul Samad Idris dan Adnan bin Saidi.
Sumber : padusi.com
Komentar
Posting Komentar