Langsung ke konten utama

Tikam Samurai (14)




 “Nama saya Mei-mei ..” katanya sambil tersenyum.
Ketika Mei-mei melihat kusir itu menatapnya, dia segera mendatanginya. Kemudian dengan sikap hormat menyalami orang tua itu.
“Terima kasih atas bantuan Bapak kepada kami ..” katanya.
Kusir tua itu tersenyum.
“Nama saya Datuk Penghulu Basa. Kau boleh panggil saya dengan sebutan bapak atau pak Datuk. Tinggallah di sini buat sementara. Menjelang kokomu sehat. Saya rasa rusuknya ada yang patah. Berbahaya kalau dia berada di kota dalam keadaan seperti itu. Teman teman Datuk yang dia pancung semalam dan juga Kempetai pasti mencari. Siapa nama kokomu itu?”
“Bungsu. Kami baru datang dari Payakumbuh..”
“Ya. Saya ada di depan penginapan itu ketika kalian turun dari bus ..”
Datuk Penghulu Basa lalu menceritakan tentang siapa yang dibunuh oleh si Bungsu di penginapan itu. Tentang kawanan penyamun yang bermarkas di rimba buluh di lembah Tambuo itu.
“Hei, kenalkan, muridku si Salim …..”
Datuk Penghulu memperkenalkan anak muda yang tadi berlatih dengannya kepada Mei-mei. Gadis itu menyambut salam tersebut. Salim merasakan hatinya berdebar ketika menyalami tangan gadis Tionghoa yang cantik itu. Hari hari setelah itu si Bungsu dirawat oleh Datuk Penghulu di rumahnya. Dia terpaksa berbaring selama tiga puluh hari di tempat tidur. Rusuknya patah tidak hanya dua buah. Melainkan ada tiga yang kupak dimakan kaki Datuk penyamun dan anak buahnya itu.
Selama itu pula Mei-mei juga tinggal di sana. Dia sebilik dengan upik. Tiap hari Datuk Penghulu Basa tetap mencari nafkah dengan bendinya. Dia menceritakan pada Mei-mei dan si Bungsu. Jepang sebenarnya berterima kasih pada orang yang tak dikenal yang telah membunuh kawanan penyamun itu. Namun selain berterima kasih Jepang juga tetap mencari si Bungsu. Sebab betapapun jua, si pembunuh harus didengar keterangannya tentang peristiwa itu. Datuk kepala penyamun yang buntung tangan dan kakinya itu dirawat di rumah sakit. Dia masih tetap hidup. Kempetai berhasil mengorek keterangan dari mulut kepala penyamun ini tentang markas mereka di Tambuo. Jepang lalu menggerebek markas mereka dalam rimba bambu itu. Tujuh orang lagi berhasil diringkus dari sana.
Kini, orang tak merasa khawatir lagi lewat di penurunan Tambuo seperti masa masa sebelumnya. Kalau dulu, untuk ke Bukittinggi dari Tigobaleh dan sekitarnya, orang harus memutar jalan ke Simpang Limau. Atau berputar ke Banu Hampu terus ke Jambu Air. Mereka tak pernah aman lewat di penurunan Tambuo itu. Tak jarang orang menemui mayat di Batang Tambuo yang berair deras itu. Tapi kini masa seperti itu sudah lewat. Suatu hari ketika si Bungsu merasa agak baik, dia coba untuk berdiri. Sudah berlalu masa dua puluh hari sejak dia dibawa ke rumah ini.
Tiga tulang rusuknya yang patah sudah agak terasa nyaman, itu karena rawatan datuk itu anak beranak. Mei-mei dengan tambahan ramuan kering yang dia bawa dari gunung Sago. Pagi itu dia terbangun karena kicau burung dan suara bentakan bentakan di luar rumah. Dia buka jendela dan menghirup udara pagi segar yang menerobos masuk. Dilihatnya kopi sudah terletak di atas meja kecil di dalam kamar itu. Dalam sebuah gelas terletak beberapa bunga bunga kobra bunga mawar.
Pastilah Mei-mei yang meletakkannya. Seperti kebiasaan gadis itu setiap pagi selama di rumah ini. Datuk Penghulu pasti belum kembali. Sebab malam tadi dia berkata, bahwa malam ini mereka ada perlu. Kabarnya ada pertemuan pejuang di Bukit Ambacang. Datuk itu termasuk salah seorang dari pejuang itu. Ketika dia menoleh ke arah belakang, dia tertegun. Di lapangan kecil di belakang rumah itu, dilihatnya orang sedang bersilat. Yang satu pastilah si Salim. Kemenakan Datuk Penghulu. Dia kenal pemuda itu selama berada d i rumah ini. Pemuda baik dan rendah hati dan berbudi.
Yang dia hampir hampir tak percaya atas penglihatannya adalah lawan si Salim bersilat itu. Lawannya adalah seorang perempuan. Seorang gadis. Berpakaian serba hitam dan rambutnya yang panjang diikat tinggi tinggi. Pakaian yang hitam sangat kontras dengan kulitnya kuning bersih. Jurus silat yang dia bawakan amat berlawanan dengan tubuhnya yang lemah lembut, dan wajahnya yang cantik. Mei-mei. Mei-mei belajar silat Ini benar benar suatu yang luar biasa.
Di tepi lapangan, si Upik anak Datuk Penghulu Basa melihat dengan penuh perhatian. Sesekali gadis kecil itu bersorak bila tendangan atau pukulan Mei-mei mengenai tubuh Salim. Atau sesekali gadis itu berseru berang bila kebetulan pemuda itu mengenai tubuh Mei-mei. Si Bungsu benar benar terpesona. Dia tak mengerti silat. Tapi melihat gerakan Mei-mei, dia yakin gadis itu sudah mulai cepat dengan kaki dan tangannya. Padahal baru dua puluh hari dia belajar.
Saat itu, ketika Salim berniat menangkap pukulan tangan Mei-mei, gadis itu membiarkannya. Ketika Salim berniat menguasai tangan tersebut, di luar dugaan, kaki kiri Mei-mei yang berada di belakang kaki kanannya, menendang kedepan dengan kuat dan cepat sekali. Tendangan itu demikian telaknya. Salim baru menyadari bahaya tendangan itu ketika sudah terlambat.
Tendangan itu masuk keperutnya Tak ada ampun. Tubuhnya terlipat dan terguling ketanah. Si Upik bersorak gembira. Mei-mei tertegun melihat akibat tendangannya. Salim meringis dan merangkak bangun. Mei-mei membantunya tegak dengan wajah penuh penyesalan.
“Maaf… maafkan saya tak sengaja …” Salim tegak tapi tersenyum.
“Benar benar jurus cuek Sadapo yang sempurna. Saya tak pernah berhasil sebaik itu dalam mempergunakan jurus tersebut…”
Salim berkata jujur sambil menghapus peluhnya. Mereka terkejut tatkala mendengar tepuk tangan dari rumah. Ketika mereka menoleh, mereka melihat si Bungsu tegak dengan senyum di dekat jendela. Mei-mei menghambur gembira melihat anak muda itu sudah bisa berdiri.
“Koko ..” serunya tersendat.
“Moy-moy. Selamatlah. Engkau telah menjadi seorang pesilat..” suara si Bungsu terdengar bernada gembira dan bangga.
Mei-mei menatap anak muda itu. Dan tiba tiba dia memeluk anak muda itu dengan isak tertahan. Gadis ini sangat merisaukan kesehatan si Bungsu, itu sebabnya ketika kini dia melihatnya telah mampu berdiri, hatinya sangat bersyukur. Dia menangis karena bahagia. Hanya si Bungsu yang jadi terheran heran, tatkala mengetahui
“Mei-mei menangis. Hei, ada apa Mei-mei ..?”
“Saya bahagia, koko telah sembuh. Saya sangat khawatir koko tak sembuh sembuh. Saya sangat hawatir …..”
“Orang kalau gembira pasti tertawa. Ini gembira kok menangis. Hei Salim, bagaimana ini. Pesilat tak boleh menangis bukan ?” Salim hanya tersenyum, si Upik berlari pada Mei-mei.
“Jangan menagis, Uni…” katanya.
Mei-mei melepaskan pelukannya dari si Bungsu, kemudian menghapus air matanya. Kemudian menatap pada si Bungsu. Si Bungsu tersenyum.
“Teruslah berlatih. Saya bangga melihatmu jadi seorang pesilat ..”
“Kami sudah selesai. Hanya tinggal menutup dengan pernafasan ..” terdengar suara Salim.
“Ayolah kita tutup latihan ini Uni. Kesehatan bisa rusak bila tak diakhiri dengan latihan pernafasan itu ..” Ujar Upik membujuk Mei-mei. Gadis itu kemudian melangkah lagi ke lapangan kecil di belakang rumah tersebut. Lalu mengatur pernafasan sebagai penutup latihan.
Si Bungsu mengenal latihan ini. Pernafasan mempertajam pendengaran dan mengatur tenaga yang telah terpaksa. Latihan begitu tiap hari dia lakukan ketika di gunung Sago dahulu. Mei-mei memang telah mulai latihan silat sejak dua hari kedatangannya kerumah Datuk Penghulu ini. Dia tertarik melihat si Upik berlatih.
Karena itu ketika Datuk Penghulu Basa menawarkan untuk ikut, tanpa malu malu diapun ikut. Dengan cepat ternyata dia bisa menguasai pelajaran yang diberikan. Sebenarnya Datuk Penghulu bukan sekedar menawarkan latihan saja pada Mei-mei. Dia punya alasan yang kuat. sebagai guru gadang aliran Silek Tuo yang berasal dari Pariangan Padangpanjang, yaitu aliran silat yang merupakan induk dari silat silat yang ada di Minangkabau, seperti silat Lintau, Kumango, Pangian dan lain lain, dia dapat melihat tulang seorang pesilat pada tubuh orang. Mula pertama melihat Mei-mei, hatinya berdetak keras. Susunan tulang Mei-mei merupakan susunan yang hampir hampir sempurna bagi seorang pesilat. Dia yakin gadis ini mempunyai bakat silat yang luar biasa.
Itulah sebabnya dia menawarkan gadis itu untuk belajar. Dan ketajaman penglihatannya itu segera saja terbukti. Ketika dalam waktu tak sampai satu bulan, Mei-mei telah melalap dan memahami dengan baik pelajaran pelajaran pokok dan kunci kunci serangan yang diberikan Datuk Penghulu Basa. Tak seorangpun yang mengetahui, bahkan Mei-mei sendiri, bahwa gadis itu sebenarnya adalah turunan seorang pesilat tangguh. Ayah dari kakek Mei-mei berasal dari Tinggoan di daratan Tlongkok sana.
Dan ayah kakeknya ini adalah seorang Tiang Bujin, atau dedengkot silat aliran Siau Lim Pay yang sangat tersohor. Ayah dari kakeknya bergelar Bu Beng Tay Hiap. Si Pendekar Pedang Tak Bernama. Setiap pesilat di daratan tlongkok pasti menaruh segan pada pendekar itu. Dan ternyata bakat dan susunan tulangnya menurun pada buyutnya yang dilahirkan di Indonesia, yaitu Mei-mei. Tak seorangpun yang mengetahui hal ini. Dan itu pulalah sebabnya, kenapa ketika ditawarkan untuk belajar silat oleh Datuk Penghulu gadis itu menerima dengan rasa gembira. Tentu saja dia gembira, sebab darah pesilat di dalam tubuhnya mendorong-dorong. Hanya saja selama ini tak pernah mendapat penyaluran Pelajaran silat yang diberikan padanya, segera saja dapat dia terima secara sempurna. Di samping merasa bangga dan gembira, Datuk Penghulu juga merasa kaget pada kemajuan yang dicapai gadis itu. Si Upik yang telah setahun belajar, kini justru diajar oleh Mei-mei. Dan kini kalau Datuk itu tak di rumah, Salimlah yang membimbing Mei-mei.
Salim memberikan pelajaran yang telah dia terima selama tiga tahun ini. Baik pelajaran yang telah dia kuasai. Maupun pelajaran dalam taraf dilatih. Ternyata pelajaran Mei-mei maju dengan sangat cepat. Malah kini dia sangat sukar menundukkan gadis itu. Dalam rimba persilatan, memang terdapat apa yang disebut anak anak ajaib. Di Tiongkok, yaitu tempat asal muasal silat yang ada di seluruh dunia, anak ajaib di kalangan persilatan ini lahir satu atau dua orang dalam seratus tahun.
Itupun sangat sulit menemukannya. Kalau ada, maka sejak lahirnya anak itu senantiasa menjadi rebutan kalangan persilatan. Sebab bisa diduga, siapa saja yang berhasil menjadikannya murid, pastilah perguruannya akan menjadi perguruan yang disegani. itu pulalah yang terjadi pada ayah dari kakek Mei-mei. Bu Beng Kiam Hiap dari Tinggoan yang terkenal itu. Ayah kakeknya ini, lahir di biara Budha. Biara itu milik perguruan Bu Tong Pay. Kala itu Biksu Bu Tong Pay yang melihat pertama kalinya sangat terkejut. Diam diam dia memelihara anak itu. Namun Biksu itu membuat suatu kesalahan. Dalam rangka mengamankan anak itu agar tak sampai jatuh ke tangan perguruan lain, dia sampai sampai tak membenarkan ayah ibunya menemui si anak.
Ini sudah keterlaluan- Suatu malam anak itu diculik oleh ayahnya sendiri. Dan si ayah hampir mati di tangan si Biksu. Namun saat itu muncul seorang pendekar dari perguruan Siaw Lim Pay, yang menolong ayah dan ibu anak itu dari kematian. Membawa ketiga beranak itu ke perguruannya. Dan tentu kehadiran anak itu disambut dengan kaget dan gembira oleh guru guru besar perguruan tersebut. Akhirnya ayah kakek Mei-mei menjadi pesilat yang kesohor. Kesohor karena dia selalu muncul di saat saat genting.
Dimana ada penindasan dari yang kuat pada yang lemah, di sana dia muncul dan turun tangan menolong. Siapa sangka, cucu buyutnya yang lahir di Indonesia juga mempunyai susunan tulang seperti dia. Dan kini menjadi murid dari Perguruan Silat Tuc di Minangkabau. Datuk Penghulu tak memiliki banyak murid. Bukannya tak ada orang yang ingin berguru padanya. Cukup banyak orang yang datang. Tapi dia selalu menolak dengan halus. Kini muridnya hanya tiga orang. Si Upik anaknya, Salim kemenakannya dan Mei-mei. Hanya tiga orang. Namun dia merasa puas dengan ketiga muridnya ini. Salim dan Mei-mei menjadi dua sahabat. Kehadiran Mei-mei di rumah Datuk Penghulu tak banyak diketahui orang. Pertama karena rumah Datuk itu terletak di tengah kebun yang luas, selain itu dikelilingi pula oleh hutan bambu di daerah Padang Gamuak. Di daerah itu hanya ada beberapa rumah.
Mei-mei juga sangat menyayangi Upik. Gadis kecil ini tak punya abang dan tak punya kakak. Itulah kenapa dia memanggil Mei-mei dengan sebutan Uni. Mei-mei senang punya adik seperti dia. Baik Datuk Penghulu maupun istrinya, sangat menyayangi Mei-mei. Gadis itu sangat pandai membawa diri. Dia sudah bisa bertanak dan menggulai. Pandai merendang dan membuat dendeng.
Mei-mei gadis yang tak segan bekerja keras membantu istri Datuk Penghulu. Hari ini, selesai latihan Salim mengawani si Bungsu. Dia ingin membawa anak muda itu berjalan jalan keliling rumah untuk melatih kakinya. Mereka berjalan di bawah pohon bambu. Kemudian tengah hari mereka kembali kerumah. Si Bungsu duduk di bawah pohon jambu di depan rumah tersebut, dikawani oleh Salim. Salim menceritakan kemajuan kemajuan yang dicapai oleh Mei-mei dalam latihan silat.
“Saya dengar mak Datuk bercerita tentang perkelahian engkau dengan penyamun penyamun di Penginapan itu ..” Salim berkata setelah dia bercerita tentang kemajuan Mei-mei dalam silat.
“Oh ya ..?”
“Ya. Saya ingin sekali belajar mempergunakan samurai itu. Apakah sulit belajarnya ..?” Si Bungsu tersenyum.
“Ilmu silatmu cukup tinggi. Saya pernah mencoba belajar. Namun tak pernah bisa. Saya memang tak ada jodoh untuk jadi pesilat. Mempergunakan samurai inipun hanya karena takdir saja. Kekerasan tekad untuk membalas dendam”.
Dia lalu menceritakan nasib keluarganya. Nasib yang menimpa diri mereka. cerita itu pernah dia Ceritakan pada Datuk Penghulu Basa dan istrinya ketika lima belas hari dia terbaring. Dia juga menceritakan nasib yang menimpa diri Mei-mei kepada kedua suami istri itu. Itulah sebabnya kenapa suami istri kusir bendi itu merasa sayang pada Mei-mei. Mereka menganggap Mei-mei sebagai kakak si Upik. Dan kini si Bungsu menceritakan perihal dirinya pada Salim.
“Saya tak menyangka demikian pahitnya hidupmu Bungsu ..” kata Salim, setelah si Bungsu selesai bercerita.
Si Bungsu menarik nafas panjang, ketika Salim permisi sembahyang ke Mesjid di tepi jalan besar di luar hutan bambu ini, si Bungsu tegak dan berjalan perlahan dengan dibantu sebuah tongkat kerumah. Di ruang tengah dia melewati istri Datuk Penghulu yang tengah sembahyang. Dia ingat belum sembahyang lohor. Tapi dalam keadaan sakit begini apakah dia mungkin untuk sujud? Sembahyang duduk sajakah? Dia mencari kain sarungnya. Mungkin dijemur. Dia kembali lewat di ruang tengah. Akan ke belakang mencari Mei-mei untuk mengambil sarungnya. Namun di pintu ruang tengah dia tertegak seperti patung.
Dia tertegak diam melihat pada perempuan sembahyang yang tadi dia sangka istri Datuk Penghulu itu. Perempuan itu nampaknya baru selesai sembahyang. Kini dia tengah menampungkan tangannya membaca doa. Dan ketika dia benar benar melesai sembahyang, dia menoleh pada si Bungsu. Si Bungsu benar-benar terkesima. Dia ingin bicara, namun lidahnya terasa kelu.
“Koko ..” akhirnya perempuan itulah yang bicara perlahan.
Masih dalam keadaan terpukau, si Bungsu melangkah kembali ke ruang tengah. Perlahan dia duduk di depan perempuan itu. Perempuan yang baru saja selesai sembahyang itu tak lain daripada Mei-mei.
“Koko .. sebentar ini aku berdoa untuk arwah ibu dan ayahku. Dan aku berdoa untukmu. Untuk kesembuhanmu. Untuk keselamatanmu ..”
“Mei-mei kau ..?” hanya itu kalimat yang terucap si Bungsu.
Ada perasaan yang amat luar biasa menyelusup ke hatinya melihat gadis itu sembahyang Lohor.
“Ya, koko. Telah saya pikirkan. Dan saya memilih islam sebagai agama saya ..”
“Tapi …”
“Saya merasa tentram dan damai setelah sholat. Bukankah koko yang mengatakan itu dipenginapan dulu?” si Bungsu masih tak kuasa bicara.
“Masih ingatkah koko waktu saya bertanya, apakah tak meletihkan sembahyang lima kali sehari semalam? Koko katakan, bahwa diri koko merasa tentram dan damai set iap selesai sembahyang. Diri koko merasa mendapatkan tenaga dan semangat baru setiap selesai sholat. Itulah yang mendorongku untuk masuk Islam. Tak ada yang membujuk. Tak ada yang memaksaku. Di rumah ini kulihat mereka sembahyang semua. Dan mereka bahagia, damai, sabar. Meskipun mereka miskin. Bukankah kedamaian dan kebahagian itu yang dicari orang? Kusampaikan niatku itu pada Pak Datuk. Kusampaikan pada istrinya Mak Ani. Mereka membawaku ke Mesjid. Mak Ani memandikanku. Dan Imam yang ada di mesjid itu membacakan dua Kalimah Shahadat, dan kuikuti. Pak Datuk dan Salim serta Mak Ani sebagai saksi. Sejak hari itu, dua pekan yang lalu, aku telah menjadi seorang muslimah. Dan aku memang mendapatkan kedamaian, ketentraman, semangat baru set iap selesai sholat .. aku bahagia memilih Islam menjadi agamaku …”
Tanpa dapat ditahan, mata si Bungsi jadi basah. Mei-mei menatap matanya yang basah. Dan pelan pelan, mata gadis itu ikut basah. Dan tiba tiba mereka berpelukan.
“Koko, engkau sedih aku masuk Islam ?”
“Tidak Moy-moy. Tidak. Aku hanya akan sedih kalau kau masuk Islam hanya karena ing in menyenangkan hatiku. Percayalah, tanpa masuk Islam pun engkau, aku tetap kusayang padamu. Engkau tetap adikku ..”
“Tidak koko. Aku masuk Islam bukan karena engkau. Aku masuk Islam karena takdir Tuhan. Bukankah takdir manusia di tangan Tuhan Yang Satu? Tuhan mentakdirkan aku bertemu denganmu. Tuhan pula yang mentakdirkan aku masuk Islam. Aku bahagia menerima takdir itu koko. Sama seperti aku juga bahagia berada di dekatmu…”
“Terima kasih Moy-moy. Terima kasih adikku ..”
Peristiwa itu dilihat oleh Datuk Penghulu yang baru pulang. juga dilihat dan didengar oleh Mak Ani, ibu si Upik yang tegak di ruang tengah. Karenanya mereka pada mengusap matanya yang basah. Terharu melihat persaudaraan kedua anak muda yang berlainan bangsa ini. Yang satu kehilangan seluruh familinya di tangan Jepang. Yang satu kehilangan kehormatannya di tangan Jepang. Nasib mempertemukan mereka. Persis seperti diucapkan oleh Mei-mei sebentar ini. Bahwa mereka dipertemukan oleh Takdir yang telah diatur oleh Yang Satu.
-000-
Tanpa terasa setahun telah berlalu. Selama setahun itu Mei-mei dan si Bungsu tetap tinggal di rumah Datuk Penghulu di kampung Padang Gamuak Tarok. Mereka seperti tinggal di rumah orangtua sendiri. Datuk Penghulu dan istrinya menerima mereka dengan tangan terbuka. Datuk Penghulu ternyata seorang pejuang yang menghubungi anggota Gyugun, yaitu tentara Jepang yang berasal dari pemuda pemuda Indonesia. Dia menginventarisir senjata yang berhasil dicuri, juga logistik, dikumpulkan untuk mempersiapkan bila terjadi perang kelak. Dia juga mencatat nama nama para anggota Gyugun yang bersedia menjadi tentara Peta yaitu pasukan Pembela Tanah Air. Kesibukan Datuk Penghulu akhir akhir ini memang makin meningkat.
Sementara itu, kemahiran Mei-mei dalam persilatan setahun ini maju dengan amat pesat. Salim yang selama ini bertindak sebagai pembantu Datuk Penghulu untuk mengajar Mei-mei, kini sudah tercecer jauh sekali. Bahkan dalam beberapa kali latihan, Mei-mei berhasil mengalahkan Datuk Penghulu. Datuk Penghulu jadi sangat bangga dan bahagia mempunyai murid seperti dia. Berbeda dengan guru guru silat pada umumnya, yang merasa terhina bila muridnya berhasil mengalahkannya. Datuk Penghulu justru merasa karena tak ada lagi ilmu yang bisa dia turunkan kepada Mei-mei.
Sedangkan si Bungsu juga melatih samurainya. Dia tak ikut belajar silat. Meskipun Datuk Penghulu pernah menawarkan padanya untuk ikut namun dia merasa sudah terlambat. Keinginannya kini hanya satu, membalaskan dendam keluarganya membunuh Saburo dengan samurainya. Ayahnya telah bersumpah sesaat sebelum mati, bahwa dia akan menuntut balas membunuh Saburo dengan samurai. Dia saksi langsung saat sumpah itu diucapkan. Adalah kewajibannya untuk melaksanakan. Karena itu, selama setahun di rumah Datuk dia melatih kecepatan samurainya dalam hutan bambu yang ada di sana.
Dia mengulangi lagi cara latihannya seperti di gunung Sago dahulu. Mencabut dan memasukkan samurai secepat yang mampu dia laksanakan. Memancungkannya keempat penjuru. Berkali kali hal serupa itu dia ulangi. setelah kecepatannya kembali normal, lalu dia memejamkan mata, memusatkan konsentrasi. Mengerahkan tenaga untuk mendengarkan geseran yang paling halus sekalipun ketika angin berhembus.
Beberapa daun bambu jatuh. Dia menanti, ketika daun bambu itu tinggal sedepa dari permukaan tanah dia mencabut samurainya, secepat kilat. Kemudian dengan masih tetap memejamkan mata, dia bergerak dua langkah kekanan. Menyabetkan samurainya dua kali. Dua helai daun bambu terbelah.
Kemudian berguling cepat kekiri, menyabetkan samurainya dua kali, sehelai daun bambu belah dua. Dan sehelai lagi luput dari tebasan samurainya. Dia mengulangi latihan begitu terus menerus. Hingga akhirnya kecepatan dan kemahirannya bertambah dari yang sudah sudah. Selama setahun itu mereka tetap tinggal bersama Datuk Penghulu dan Tek Ani. Dengan uang yang mereka bawa dari Payakumbuh, ditambah perhiasan yang mereka peroleh dari rumah Babah gemuk pimpinan komunis itu, Mei-mei dan si Bungsu dapat membantu kehidupan Datuk itu. Bahkan Mei-mei menyuruh si Upik sekolah terus dengan biayanya. Malam itu, ketika Datuk Penghulu dan si Bungsu tak di rumah, Mei-mei tengah membaca Al Quran, Tek Ani dan Upik menyimaknya. Suaranya yang halus lembut seperti membelah hutan bambu. Menyelusup di antara pohon pohon dan daunnya yang hijau. Di rumah Datuk itu hanya mereka bertiga kini.
Datuk Penghulu entah berada dimana. Kegiatannya sangat memuncak. Sebab waktu itu adalah penghujung bulan Juli 1945. Yaitu dua pekan lagi sebelum Proklamasi dibacakan di Pengangsaan Timur Jakarta Pejuang pejuang Indonesia saling mengadakan kontak dengan tokoh tokoh pergerakan. Datuk Penghulu pimpinan dari delapan kurir utama kaum pejuang yang berpusat di Bukittinggi. Dialah yang menghubungkan kontak antara Mayor Dakhlan Jambek yang saat itu bertugas dalam Gyugun dan bermarkas di Pasaman dengan Mayor Makkimuddin di Payakumbuh.
Kepada mereka disampaikan pesan pesan dari Engku Syafei. Tokoh pejoang di bawah tanah yang bermarkas di Kayu Tanam. Kontak itu juga menghubungkan mereka dengan encik Rahmah El Yunussiyah. Seorang pejuang wanita yang mendirikan sekolah Diniyah Puteri di Padangpanjang. Menjelang hari Proklamasi, kesibukan para pejuang sangat meningkat. sebaliknya, Kempetai yang merupakan Polisi Militer Jepang, memperketat pula pengawasan mereka.
Sudah tentu anggota anggota Gyugun yang berasal dari pemuda Indonesia berada dalam pengawasan utama dan sangat ketat. Gerak gerik mereka diawasi secara rahasia. Dari pengawasan dan penyelidikan itulah bocor rahasia tentang diri Datuk Penghulu ayah si Upik di Padang Gamuak itu. Dari penyelidikan diketahui bahwa kusir bendi hanya dibuat sebagai kedok saja dari tugas mata matanya. Kempetai menyiapkan suatu penyerangan ke rumahnya.
Dan malam itu lima orang Kempetai pilihan datang kerumah mereka. Namun seperti telah diutarakan di atas, saat itu Datuk tersebut tak ada di rumah. Yang ada hanyalah istri Datuk itu, Mei-mei dan si Upik. Perempuan ketiganya. Si Bungsu sendiripun tak ada di rumah tersebut. Dia tengah menggantikan tugas Datuk Penghulu membawa bendinya. Ada berita penting yang sedang dia nanti di kota. Yaitu tentang diri Saburo. Untuk itu dia menyamar sebagai kusir untuk menemui kurir di kota. Tek Ani, si Upik dan Mei-mei kaget dan terhenti mengaji tatkala pintu didobrak oleh Kempetai.
“Mana Datuk Penghulu ..”
Seorang Kempetai bertanya dengan senjata terhunus. Sementara yang seorang lagi mengawasi set iap sudut rumah. Mata mereka merah dan nyalang. Waspada terhadap segala kemungkinan. Ketika pernyataan itu diulangi, barulah tek Ani menjawab, bahwa suaminya memang tak ada. orang yang menggeledah itu kemudian berbisik bisik dengan Komandannya yang berpangkat Djun-i (Pembantu Letnan) yang memimpin penggerebekan itu. Djun-i itu menatap Mei-mei dengan mata berkilat. Ketika dia mengangguk, yang berbisik tadi lalu keluar. Lalu terdengar suaranya menyuruh jaga sekitar rumah itu. Dari jawaban di luar, Mei-mei segera tahu bahwa di luar ada tiga orang lagi tentara Jepang.
“Hei, kamu sini ikut. Saya mau periksa ..” Ujar Djun-i itu kepada Mei-mei.
Si Upik mulai menangis. Tapi dia terdiam begitu dibentak oleh Kempetai yang seorang lagi. Perlahan Mei-mei bangkit. Mei-mei itu menelan ludahnya melihat tubuh montok gadis cina itu. Segera saja dia menyeret tangan Mei-mei ke bilik yang biasanya ditempati si Bungsu.
Kemudian pintu dia tutup, Si Upik memeluk ibunya dengan wajah pucat. Sementara serdadu yang satu lagi menatap mereka dengan seringai buruk. Dari dalam kamar terdengar suara gelosokposoh tak menentu. Dan Kempetai yang di ruang tengah itu menelan ludahnya beberapa kali. Membayangkan kenikmatan yang sedang dikenyam oleh komandannya di dalam bilik itu bersama gadis montok tadi. Dia jadi tak sabaran menunggu giliran, cukup lama dia menanti, dan tiba tiba pintu kamar terbuka. Mei-mei muncul dengan senyum di bibir. Dia memberi isyarat pada Kempetai yang ada di ruang tengah itu. Kempetai itu bergegas.
Tak peduli komandannya tadi belum keluar, yang jelas dia harus cepat mendapat giliran. Dia masuk kamar itu. Didapatinya komandannya masih terbaring dalam pakaian lengkap. Tapi yang menjadikannya heran adalah karena komandannya itu terbaring tidak di tempat tidur. Melainkan di lantai. Pertanyaan belum menjawab, ketika dia berpaling pada gadis itu, tangan gadis itu bergerak cepat sekali. Pukulan dengan sisi tangannya mendarat di tengkuk Kempetai itu. Kempetai tersebut bukanlah orang lemah. Sebagai seorang Kempetai, dia belajar karate dan Yudo. Pukulan pertama dia tangkis dengan tangannya. Namun meleset. Pukulan gadis itu amat cepat. Tapi pukulan itu belum merubuhkannya. Dalam keadaan heran dan kaget Kempetai itu coba memeluk gadis tersebut.
Itulah kesalahannya. Mei-mei membiarkan Kempetai itu memeluknya, disaat tubuh mereka merapat, Mei-mei menghantamkan lututnya keatas. Mendarat persis di selangkang Jepang itu. Jepang itu hampir saja terpekik. Mei-mei bertindak cepat. Tangannya segera menutup mulut Jepang itu. Kalau teriakannya sampai kedengaran oleh tiga temannya di luar, bisa berbahaya. Dan Kempetai itu melosoh turun. Kentang kentangnya pecah. Mei-mei hari ini bukan lagi Mei-mei setahun yang lalu.
Bukan lagi Mei-mei yang lemah yang tak dapat berbuat apa apa ketika tubuhnya digumuli oleh perwira perwira Jepang di Payakumbuh dulu. Mei-mei hari ini adalah gadis yang telah berisi. Dia membuktikan hal itu dengan merubuhkan kedua Kempetai ini dengan mudah. Kempetai yang berpangkat Djun-i yang masuk pertama kali tadi juga mendapatkan perlakuan yang sama. Begitu masuk dan menutup pintu, dia segera memeluk dan berusaha mencium gadis itu.
Mei-mei seperti akan membalas pelukannya. Namun kedua tangannya memegang leher Djun-i itu. Begitu terpegang lehernya, sementara Jepang itu masih asik menciumi mukanya, Mei-mei menghantam lututnya keselangkang Jepang itu. Ketika Jepang itu tersentak kaget dan amat sakit, kedua tangannya memegang leher Jepang itu bergerak pula. Yang satu mencengkram rambut di belakang kepala Kempetai itu. Tangan yang satu lagi menghantam dagunya. Rambut Jepang itu dia tarik sekuat kuatnya arak kekanan. Sementara dagunya dipukul arah kekiri.
Akibatnya kepala Jepang itu terputar denganpaksa amat kuat. Terdengar suara tulang berderak. Leher Jepang itu patah tulangnya. Dia mati tanpa sempat berteriak. Itulah yang dialami oleh Djun-i yang masuk pertama kali. Kini sudah dua orang selesai oleh Mei-mei. Benci dan dendam yang telah lama menyala dalam dada gadis ini kepada Jepang yang telah melaknati tubuhnya, kini mendapat tempat pelampiasannya. Diam diam dia mengunci pintu kamar. Kemudian mengambil samurai yang panjangnya dua jengkal yang tersisip di pinggang Djun-i yang telah mati itu. Lalu perlahan dia membuka jendela dan berjingkat dia keluar. Masuk kedalam malam yang gelap.
Tadi dia mendengar ada tiga Jepang lagi menjaga di luar rumah. Dia ingin menyudahi ketiga Jepang jahanan itu. Perlahan lahan dia menuju ke depan. Tiba tiba langkahnya terhenti. Dari depan seorang Kempetai rupanya menaruh curiga akan situasi rumah yang sepi itu. Dengan bedil terhunus dia mengitari rumah tersebut. Dan dia melihat sesosok bayangan tegak mematung dekat dinding.
“Siapa itu..!” Jepang itu membentak sambil mengacungkan bedil yang siap memuntahkan peluru.
“Malaikat maut..” Jawab Mei-mei dengan suara mendesis tajam. Dan seiring dengan itu tubuhnya bergulingan di tanah. Dalam tiga kali bergulingan yang amat cepat, dari posisi berbaring menyamping di tanah, kaki kanannya menghantam keatas. Terdengar seruan terkejut dan kesakitan dari mulut Jepang itu ketika sisi kaki Mei-mei yang terlatih mendarat di perutnya. Namun Jepang itu tak rubuh. Dia hanya terjajar kebelakang.
Bedil masih terpegang ditangannya. Dan justru saat itu, dalam keadaan terjajar kebelakang itu, telunjuknya menarik pelatuk bedil. Suara dentaman bedil mengoyak malam yang kelam. Membuat terkejut kedua temannya yang berada di depan. Mereka segera berlari kesamping.
Mei-mei merasa bahunya pedih. “Aku kena,” bisik hatinya. Namun dia tak menyerah. Masih dia ingat betapa jahanam ini ketika di Payakumbuh dulu melanyau dirinya. Mungkin memang tidak mereka. Tapi komandan komandan mereka. Namun apa bedanya. Tubuhnya segera bangkit. Sebelum kedua Kempetai yang ada di depan sampai ketempat itu, sebuah tendangan lagi menghantam kerampang Jepang itu. Kali ini bedilnya jatuh. Kedua tangannya menggigil memegang tempat yang baru saja kena tendangan. Terdengar keluhan yang menegakkan bulu tengkuk.
Dia segera saja jatuh di kedua lututnya. Tendangan itu benar benar tendangan malaikat maut. Ketika dia terjatuh di atas kedua lututnya itulah sebuah tendangan sisi kaki mendarat di tengkuknya. Riwayat Kempetai itu the end di sana. Saat itu pula kedua serdadu yang tadi ada di depan sampai di situ. Mereka melihat temannya terduduk. Yang paling depan mengangkat bedil. Namun jaraknya dengan Mei-mei terialu dekat. Bedilnya direngutkan oleh gadis itu. Tubuh Jepang itu terhuyung kedepan.
Sebuah tinju menyongsong mulutnya. Tangan Mei-mei terasa ngilu. Buku jarinya mendarat dengan telak di bibir Jepang itu. Tapi kalau buku buku jarinya ngilu, maka Jepang itu merasa mulutnya bengkak. Dan hampir saja dia menelan giginya yang copot tiga buah. Kempetai ini tak melihat dengan jelas siapa lawannya. Namun dia tahu, orang ini pastilah pesilat. Dan mereka sudah mengetahui, bahwa silat di Minangkabau tak dapat dianggap enteng. Bedilnya sudah sejak tadi lepas. Yaitu sejak mulutnya kena bogem mentah. Tapi kini dengan cepat kakinya melayang kedepan. Mengirimkan sebuah tendangan karate bernama maei-geri yang telak.
Mei-mei melihat gerakan yang cepat itu. Dia menyilangkan kedua lengannya kebawah, menanti tendangan itu. Sebuah tangkisan Silang Bawah yang ampuh dari Silek Tuo dalam menangkis tendangan yang datang dari bawah. Tapi gadis ini memang belum berpengalaman. Dia memang mahir bersilat, tapi baru kali ini berkelahi langsung. Dan justru mempertaruhkan nyawa. Tangkisan silang bawah itu sebenarnya memang ampuh untuk menangkis tendangan pesilat Minang yang umumnya tak bersepatu. Tapi Kempetai ini memakai sepatu. Lagipula tangkisannya agak teriambat. Tak ampun lagi, tulang tangannyalah yang kena tendang. Mei-mei terpekik. Tangannya segera saja jadi bengkak. Dan Jepang itu segera menyadari dari suaranya, bahwa lawannya ini adalah seorang perempuan.
“Onaaa …” serunya.
“Onaa ?” (perempuan) tanya kawan di belakangnya.
“Haik…” jawabnya.
Dengan jawaban begitu, Kempetai itu maju ingin memeluk Mei Mei. Ingin menangkap dan meringkusnya hidup hidup, Namun disinilah kesalahan tentara Jepang itu. Disini pula kebanyakan kesalahan setiap lelaki dalam menghadapi perempuan. Selalu mendahului nafsu. Begitu dia mendekat, Mei-mei yang sudah bertekad untuk membunuh atau dibunuh itu segera menghunus samurai pendek yang tadi dia ambil dari pinggang Kempetai yang mati dalam bilik.
Ketika tangan Kempetai ini terjulur, tangannya juga terulur….. crep samurai tajam dan tipis itu masuk persis ke jantungnya. Kempetai itu terbelalak menyeringai sakit. Suaranya seperti suara kerbau disembelih. Gadis itu tak mau tanggung tanggung. Samurai itu dia renggutkan dengan kuat ke kanan. Merobek dada Jepang itu selebar satujengkal. Lalu samurai itu dia cabut dengan cepat dan dia tikamkan keleher Jepang itu Demikian cepat peristiwa itu. Demikian lihai gadis ini menjadi pembunuh orang yang dia benci. Kehidupan keras yang dialami selama tahun tahun yang hitam di Payakumbuh, membuat hatinya tak mudah terguncang melihat kematian.
Umurnya masih sangat muda. Belum cukup delapan belas tahun. Tapi lihatlah, Kempetai yang satu lagi benar benar tertegun melihat perkelahian itu. Tak pernah dia sangka seorang wanita bisa berbuat begitu. Tapi dia sadar wanita ini amat berbahaya. Dengan kesadaran demikian, dia menghantamkan pangkal bedilnya ke tengkuk Mei-mei. Mei Mei merasa ada gerakan angin di belakangnya. Dengan cepat dia menjatuhkan diri. Kedua tangannya bertelekan di tanah. Namun tangan kirinya terasa lumpuh. Kelumpuhan akibat tembakkan dan tendangan tadi. Dengan tangan kanan bertelekan dia menghujamkan kakinya kebelakang. sebuah cuek belakang yang telak. Jepang itu tersurut selangkah ketika kena hantam pahanya. Terasa sakit kena hantam tumit gadis itu.
Kempetai ini memutar bedil, mengarahkan moncong bedil itu ke depan untuk menembak, namun saat itu pula Mei-mei berputar sangat cepat. Tangan kanannya yang memegang samurai terayun cepat pula. Samurai itu melesat dalam gelap dan menancap persis di antara kedua mata si Kempetai. Begitu samurai pendek itu lepas dari ujung ujung jarinya Mei-mei berguling lagi dengan cepat ke kanan. Bedil Jepang itu menyalak saat dia sudah dua kali dia bergulingan. Peluru bedil itu menerpa tempat kosong, bersamaan rubuhnya tubuh Kempetai itu.
Mei-mei tersandar ke dinding rumah. Nafasnya memburu. Suasana sepi. Salak anjing yang biasanya riuh di malam begini, kini pada terdiam mendengar suara dua kali letusan itu. Mereka menyurutkan diri ke dalam semak atau ke bawah rumah. Sebab sudah beberapa kali Jepang memburu anjing. Memburunya masuk kampung keluar kampung. Menurut Jepang, anjing itu harus dibunuhi. Sebab dia memakan makanan yang harusnya jadi makanan manusia. Tambahan lagi, yang paling parah, anjing anjing itu sedang dijangkiti penyakit rabies.
Penyakit yang biasanya menulari anjing bila penduduk suatu negeri dilanda kekurangan makanan. Dewasa itu pula, penduduk mana di Indonesia yang tak kekurangan makanan di bawah Pemerintahan Rasisme Jepang ? Manusia dan anjing memang saling berebutan makanan. Suatu tragedi sebenarnya. Tapi begitulah sejarah mencatatnya. Penduduk Indonesia yang mengalami tahun tahun penderitaan di bawah kuku Jepang itu, akan tetap mengingatnya sampai mati. Etek Ani dan si Upik yang sejak tadi duduk berpelukan di ruangan tengah, yaitu sejak Mei-mei diseret masuk bilik oleh Djun-i, kini menanti dengan tegang.
“Unii. Uni Uni Mei-mei…” si Upik memanggil di antara tangisnya.
Memanggil uninya yang tak kunjung keluar dan tak kunjung terdengar suaranya dari dalam bilik yang tadi dimasuki dua orang Kempetai itu. Tak ada jawaban dari dalam.
“Uni Mei Mei ..” si Upik mulai menangis. Dia berdiri menuju kepintu bilik.
“Uni … buka pintu uni ..”
Tak ada jawaban. Sepi…!!
Tiba tiba etek Ani mendengar suara halus. Dia mengangkat kepala. Suara itu seperti dari luar.
“Upik … , Etek …”
Suara itu terdengar lagi. Seperti suara Mei-mei. Istri Datuk itu tegak. Dia seperti mendengar suara itu dari luar. Kenapa dari luar ?
“Etek .. tolong saya. Saya di luar ..” Ujar suara itu periahan, seperti orang kehabisan tenaga. Si Upik mendengar pula suara itu. ibunya mengambil lampu dinding. Kemudian perlahan membuka pintu Melangkah kesamping pintu. Mereka tertegak kaku melihat tiga tubuh Kempetai yang telah jadi mayat. Lalu mereka melihat tubuh Mei-mei tersandar di dinding rumah. Dari bahu kirinya darah mengalir. Kepala gadis itu terkulai. Dan matanya menatap sayu.
“Mei-mei…”
“Etek …” himbau gadis itu lirih.
Upik menangis memeluk uninya itu. Istri Datuk berusaha menolong Mei-mei untuk bangkit dan memapahnya ke dalam. Tapi gadis itu menolak.
“Mayat mayat ini harus disembunyikan etek. Komandan mereka yang menugaskan mencari pak Datuk kemari pasti akan curiga kalau mereka tak kembali pada waktunya. Mereka akan mengirimkan pasukan lagi kemari. Bukankah di belakang rumah ada lobang besar tempat membakar sampah ? Seretlah mayat ini kesana. Nampaknya etek terpaksa bekerja dengan upik. Saya tak dapat membantu. Bahu saya tertembak. Di dalam kamar masih ada dua mayat lagi. Seretlah etek… kemudian timbun dengan apa saja. Asal mayat mereka tak kelihatan”
Istri Datuk itu memang tak melihat jalan lain yang lebih baik selain mengikuti petunjuk Mei-mei. Dengan mengerahkan semua tenaganya, dengan bantuan si Upik,
dia menyeret kelima mayat Kempetai itu ke lobang pembakaran sampah di belakang rumah. Mei-mei hanya mampu melihat dari tempatnya bersandar. cukup lama pekerjaan itu mereka lakukan. Setelah selesai istri Datuk itu berniat membawa Mei-mei masuk. Namun Mei-mei menggeleng.
“Tidak etek. Berbahaya kalau saya masuk kerumah.
Kalau Kempetai datang dan ternyata teman temannya tak ada, mereka akan memaksa kita. Barangkali mereka juga berniat memperkosa saya. Dan mereka akan melihat dan mengetahui luka saya ini adalah luka bekas tembakan. Mereka akan curiga. Kematian kelima teman mereka akan segera mereka ketahui. Sembunyikan saja saya ke tempat lain. Bawa saya kepondok kecil di tengah rumpun bambu di samping sana. Biarlah saya di sana menjelang koko pulang …”
“Saya akan ikut dengan uni …” si Upik berkata sambil menangis.
“Tidak Upik. Upik harus tetap bersama etek di rumah. Tolong ambilkan obat di kamar uni. obat ramuan yang dulu diberikan koko kepada kita. Ingat ?”
Upik mengangguk. Kemudian cepat masuk. Mengambil obat, kain dan beberapa potong kue yang mereka beli siang tadi. Kemudian sebuah bantal dan tikar. Dengan suluh mereka segera menuju kepondok kecil di tengah hutan bambu itu. Pondok itu dibuat oleh si Bungsu untuk istirahat jika selesai latihan. Sesampai d i pondok Mei-mei minta tolong menaburkan obat ramuan itu di lukanya.
Peluru bedil Kempetai itu ternyata menembus bahunya dari depan tembus ke belakang. Luka di belakang tiga kali selebar luka yang di depan. Gadis itu sudah sangat pucat karena darah banyak keluar. Setelah ramuan obat yang dibawa si Bungsu dari gunung Sago itu ditebarkan dilukanya, dia kelihatan sedikit tenang.
“Pulanglah etek, Upik. Kalau koko datang, katakan aku di sini …”
“Tidak. Upik tidak pulang. Upik di sini mengawani uni …”
Si Upik tak tahan untuk tak menangis melihat penderitaan Mei-mei. Mei-mei jadi terharu. Dia belai kepala adiknya itu.
“Tidak Upik. Upik harus menemani amak di rumah.
Bagaimana kalau Jepang datang, dan dia menganggu amak …?”
“Amak juga di sini. Amak jangan pulang. Kita di sini saja bersama uni ya mak?” si Upik membujuk ibunya diantara tangisnya.
“Tidak Upik. Kalau Upik dan amak di sini, Jepang pasti curiga. Mereka akan membakar rumah dan mencari kita sampai dapat. upik dan amak harus di rumah. Menjawab pertanyaan Jepang yang datang.
Mei-mei berusaha meyakinkan gadis kecil itu. Akhirnya Upik pulang juga bersama ibunya. Mei-mei tinggal sendiri. Dia tak berani menghidupkan lampu togok yang ada di pondok itu. Tidak juga menghidupkan api unggun untuk menghalau nyamuk. Dia khawatir kalau api yang dia pasang akan kelihatan oleh Jepang. Gadis ini memang mempunyai firasat yang tajam. Sebab tak lama setelah Upik dan ibunya sampai di rumah, sepasukan tentara Jepang sampai pula di sana.
Sementara itu, di sebuah kedai kopi di pasar atas, si Bungsu telah menantikan kedatangan seorang lelaki. Bendinya tegak tak jauh dari kedai kopi. Kegiatan Jepang nampaknya makin sibuk menjelang awal Agustus itu. Perang melawan Sekutu di Samudra Pasifik mengirimkan berita tak menyenangkan Jepang ke seluruh tanah jajahannya. Tiba tiba si Bungsu melihat lelaki yang dia nanti itu muncul dari arah Jam Gadang.
Lelaki itu adalah kurir dari Datuk Penghulu Basa. Dari dia d iharapkan berita tentang dimana kini Kapten Saburo Matsuyama berada. Sampai saat ini, si Bungsu belum mengetahui kalau Kapten yang telah naik pangkat jadi Mayor itu telah dipaksa pensiun dan dipaksa pulang ke Jepang oleh Kolonel Fujiyama. Lelaki itu nampak tergesa. Si Bungsu hanya menoleh sebentar. Kemudian membelakangi le laki itu, menghadap kopi dan pisang gorengnya. Lelaki itu mengambil tempat duduk disampingnya.
Bersambung ke........ Tikam Samurai (15)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SEJARAH PENDIRIAN BENGKEL AA CEMPAKA AUTO SERVICE

Sejarah Singkat pendirian Usaha perbengkelan AA CEMPAKA Auto Service yang berlokasi dijalan By Pass KM 9 Simpang Taruko 1 Kalumbuk Padang   merupakan suatu perusahaan jasa yang bergerak dibidang perbengkelan dan penjualan yaitu memperbaiki kendaraan penumpang roda empat dan juga menjual spare part, pelumas (Engine Oil) maupun peralatan lainnya. Bengkel AA CEMPAKA Auto Service didirikan pada tanggal 01 Juni 2015, oleh ASRUL ARMISKA beliau adalah mantan karyawan disebuah perusahaan otomotif terbesar yang merupakan pemegang merek kendaraan terkenal di Indonesia dan bekerja sama dengan beberapa pihak pemodal perorangan. Bengkel ini pada awalnya didirikan hanya untuk melayani service ringan dengan menyewa tempat berupa kios sederhana dan hingga kini sudah beberapa kali mengalami perpindahan lokasi usaha, seiring dengan jumlah pelanggan yang terus bertambah dimana beberapa bulan kemudian melihat banyaknya pelanggan yang meminta perbaikan-perbaikan pada kendaraan milik m

Mesin Avanza tidak bisa hidup sehabis bongkar Mesin

Ilmu itu sayang jika hanya disimpan maka pada kesempatan ini saya akan berbagi tentang kasus Mesin avanza dan yang sejenis tidak bisa hidup setelah bongkar mesin atau setelah ganti rantai timing (timing chain)..Dan disini saya tidak bermaksud menggurui atau merasa lebih pintar dari agan-agan sekalian hanya berharap semoga ada yang bisa mengambil manfaat terutama bagi mekanik-mekanik pemula. Kasus ini sudah beberapa kali saya dapatkan setelah beberapa rekan-rekan mekanik meminta pertolongan untuk mencari titik permasalahan kenapa mesin tidak bisa hidup. Seperti biasa sebelum kita melangkah ke step yang lebih jauh, sebaiknya kita harus mengembalikan pola analisa kita kedasar, dimana kita harus memulai dari langkah-langkah yang paling sederhana yaitu bahwa mesin akan bekerja apabila terpenuhinya tiga syarat utama berikut ini : Kompresi yang tinggi (sesuai standar) Loncatan bunga api Busi yang kuat (Mesin Bensin) Perbandingan campuran Udara dan bahan bakar yang tepat Dalam mas

Tikam Samurai (53)

Kedua lelaki anggota Jakuza itu menoleh. Si Bungsu tegak dengan mulut terpaut rapat. Matanya bersinar seperti api yang siap membakar. “Siapa kau!” desis lelaki yang memegang samurai itu. Si Bungsu menyapu ruangan itu dengan pandangan mata. Dan sekilas dia dapat menerka apa yang terjadi. Teman anggota Jakuza yang pernah dia bunuh ketika menolong Hannako di terowongan daerah Yotsui dulu, kini datang lagi mencari Hannako. Dan dari pintu kamar Kenji yang terbuka, dia melihat kaki sebatas paha Hannako terkulai ke bawah tempat tidur. “Siapa kau!” Jepang bersamurai pendek dan bertubuh besar itu menggeram takkala melihat orang asing yang baru masuk itu tak mengindahkan pertanyaan pertamanya. “Saya malaikat maut…..” desis si Bungsu sambil maju perlahan. Di tangan kirinya samurainya terpegang kukuh. Sementara tangan kanannya tergantung lemah. Anggota Jakuza itu ingin segera menyudahi pekerjaannya. Dia maju menyongsong si Bungsu. “Bungsu-san…..larilah. selamatkan dirimu. Mere