Dan dia ingin melihat kekalahan dan
kemenangan itu berlangsung dengan pasti. Akan dia perhatikan setiap gerak kedua
orang ini dengan cermat.
Dan saat itulah Kawabata melakukan
serangan yang amat cepat. Serangannya tertuju pada dua arah dengan dua kali
hayunan cepat.
Yang pertama menghantam kaki yang tegak
sejajar itu. Ada dua kemungkinan. Kalau anak muda itu cepat, maka dia akan
melompat tinggi. Dan saat itulah Kawabata akan menyerang bahagian kepalanya.
Yaitu di saat dia melompat tersebut. Ini adalah tipuan yang berbahaya. Dan
Kawabata tersohor dengan serangan tipuannya ini diantara para samurai.
Namun anak muda itu tak menggerakkan
kakinya sedikitpun untuk melompat. Tahu-tahu samurai Kawabata membentur samurai
si Bungsu di bawah. Bunga api memmercik!
Kawabata melanjutkan serangannya yang
kedua, mebabat kepala. Serangannya bukan main cepat. Namun si Bungsu adalah
orang yang ditakdirkan untuk menjadi seorang samurai yang mahir karena nasib.
Begitu tangan Kawabata membabat ke atas,
kaki kanannya melangkah ke depan. Tubuhnya merendah dengan cepat dan samurainya
memintas di bawah rusuk Kawabata.
Cresss!
Kawabata tersurut. Kejadian itu amat
cepat. Tak seorangpun yang melihat bagaimana anak muda itu menyerang. Mereka
hanya melihat anak muda itu menjatuhkan dirinya di atas lutu kiri. Hanya itu!
Dan tiba-tiba mereka berseru kaget,
karena mereka melihat darah menetes ke lantai dari rusuk kanan Kawabata!
Kawabata sendiri bukan main kagetnya. Dia menatap anak muda itu. Dan anak muda
itu sudah tegak lagi seperti tadi dan samurainya entah sejak kapan sudah
tersarung lagi dalam sarangnya.
Dia tegak dengan tangan kiri memegang
samurai dan tangan kanan kosong melompong. Mereka semua seperti berhenti
bernafas takkala Kawabata maju lagi.
Darah terus mengalir dari lukanya yang
cukup lebar. Tiba-tiba Kawabata memekik dan menyerang bertubi-tubi ke arah anak
muda itu.
Anak muda itu tiba-tiba berputar dan
ketika berbalik, samurainya bekerja.
Tiga babatan di bahagian atas. Kawabata
berusaha menangkis. Tiga babatan di atas, di tengah dan di bawah! Kawabata
berusaha menangkis dan mengelak.
Benar-benar luar biasa. Kawabata yang
tadi menyerang kini dipaksa untuk bertahan dan bergerak mundur. Sebuah sabetan
cepat ke tengah. Kawabata melompat dua tindak ke belakang! Nafasnya terengah!
Dan di ujung sana, si Bungsu tegak
seperti posisinya tadi. Persisi! Tak berobah sedikitpun. Tegak dengan kaki
terpentang, tangan kiri memegang samurai yang tersarung dalam sarungnya, dan
tangan kanan kosong serta merta menatap lurus ke depan!
Peluh tidak hanya membasahi punggung
Kawabata. Tapi juga membasahi tubuh ke 19 anggota Jakuza yang lain. Mereka
belum pernah melihat pertarungan samurai sehebat dan seaneh ini.
Orang asing ini jelas bergerak tanpa
mepergunakan kuda-kuda samurai. Tapi gerakannya hanya malaikat saja yang tahu
betapa cepatnya.
Dan diantara semua orang itu, hanya ada
tiga orang yang tahu dengan persis, bahwa sebenarnya Kawabata sudah sejak tadi
harus mati. Tapi dia sengaja dipermainkan.
Ketiga orang yang tahu dengan pasti itu
adalah si Bungsu yang sengaja mempermainkan Kawabata. Kemudian Tokugawa dan Kawabata sendiri. Si Bungsu sudah dapat
menaksir sampai dimana kecepatan orang ini. Karena itu dia ingin menghajarnya
atas perbuatan yang dia lakukan atas diri Hannako.
Sebenarnya dalam gebrakan pertama tadi,
dia sudah bisa membunuh Kawabata.
Tiba-tiba Kawabata menggeram dan maju
lagi. Dan kali ini, si Bungsu bergerak cepat.
Ketika Kawabata maju, dia bergulungan di
lantai. Lompat tupai. Kawabata menghindar kekiri sambil membacok rendah. Namun
anak muda itu melenting tegak tiba-tiba. Dan sret!!!
Kimono Kwabata di bahagian punggung belah
dua! Punggungnya tersingkap dan belah mengalirkan darah! Terdengar seruan
tertahan dari para anggota pimpinan Jakuza itu.
Tokugawa memandang tak berkedip.
Bagaimana bisa seorang yang memegang samurai amat panjang bergulingan di
lantai, kemudian menyerang? Bergulingan dengan memegang samurai itu saja sudah
suatu pekerjaan yang amat berbahaya.
Salah-salah mata samurai itu bisa melukai
muka atau perut ketika bergulingan. Gerak atau jurus seperti itu tak pernah
dikenal oleh para samurai Jepang bahkan nenek moyang Tokugawa sendiripun!
Kawabata menyerang lagi. Tapi tiga buah
sabetan cepat menantinya. Pahanya terbusai. Tangannya yang memegang samurai
putus hingga siku. Dan perutnya robek!
Kawabata jatuh berlutut. Si Bungsu tegak
didepannya dengan samurai telah masuk ke sarungnya! Suasana benar-benar sepi.
Di luar salju turun seperti kapas. Di dalam darah mengalir seperti kran yang
terbuka sumbatnya.
Ke 19 anggota Jakuza Tokyo yang ada dalam
ruangan itu jadi pucat melihat kejadian tersebut. Andainya Tokugawa tak
berjanji untuk melindungi Hannako, maka mereka sendiripun kini takkan mau ambil
resiko mengganggu gadis itu.
Dengan anak muda yang kecepatan
samurainya seperti iblis ini yang melindungi Hannako, siapa yang bakal berani
mengganggu? Bah, lebih baik cari kerjaan lain daripada mendekati orang begini,
pikir mereka kecut.
“Bunuhlah saya…” Kawabata berkata
perlahan dengan suara yang melemah.
“Saya bukan pembunuh…” si Bungsu
menjawab.
“Tetapi…engkau telah membunuh lima orang
anak buah saya…” Kawabata menyanggah.
“Kematian terlalu enak buatmu Kawabata….”
Si bungsu berkata lagi. Tapi tiba-tiba ucapannya terhenti. Ada angin bersuit ke
arahnya.
Anak muda ini seorang yang memiliki
indera yang sangat terlatih. Samurainya bekerja lagi dan membabat ke samping.
Mata samurai itu beradu dengan sebuah
benda tipis yang melayang amat cepat. Benda itu terpukul dan mental lalu
menancap di loteng! Sebilah samurai pendek! Semua orang menoleh pada lelaki
yang melemparkan samurai gelap itu.
Dan dia adalah Tokugawa!
Si Bungsu juga menghadap padanya.
Tokugawa tersenyum.
“Sempurna! Seorang samurai yang sempurna.
Memiliki kecepatan dan ketajaman penglihatan. Memiliki ketajaman firasat.
Engkau adalah seorang samurai yang sempurna yang pernah ditemui Tokugawa, anak
muda. Kecuali gerak kakimu yang tak bisa kami mengerti, maka engkau memang
seorang hebat…” Tokugawa berkata dengan nada jujur.
Dan sementara itu, Kawabata terjatuh di
lantai. Dia mengerang. Mengelupur. Orang jadi ngeri melihat lelaki itu
mengakhiri nyawanya. Sangat sakit dan menggenaskan.
Tangan Tokugawa bergerak lagi. Kali ini
sebilah samurai kecil, tak lebih dari sejengkal, melayang dari tangannya.
Samurai itu menancap persis di jantung Kawabata. Kawabata mati saat itu.
Berakhirlah penderitaannya.
Gedung tua itu sepi. Tak ada yang
bergerak. Si Bungsu yang tegak dengan kaki terpentang dekat mayat Kawabata juga
teka diam.
Ketika dia merasa sudah cuku, maka dia
menarik nafas panjang. Dan bernafas biasa kembali.
“Sudah saatnya saya pergi. Terimakasih
saya yang tak tehingga pada Tokugawa….” Berkata begini dia membungkuk memberi
hormat pada lelaki tua gagah itu.
Lelaki itu membalas penghomatannya.
Kemudian si Bungsu melangkah keluar. Di luar, angin dingin dan salju yang turun
seperti kapas, menyambutnya.
Dia melangkah melintasi taman Shinjuku
yang seperti lapangan kapas itu. Di rumah besar itu, Tokugawa dan 19 anggota
pimpinan Jakuza lainnya menatap kepergiannya dengan diam.
Dia sampai ke depan rumah ketika hari
telah sore. Hannako berlari ke depan begitu dia muncul.
“Bungsu-san, kami khawatir engkau tak
kembali…”
“Saya sudah kembali bukan? Nah, bagaimana
Kenji-san?’
“Dia sudah agak baik. Kini tengah melatih
diri. Jakuza suatu saat, cepat atau lambat pasti datang lagi kemari. Dan
Kenji-san tak mau engkau sendiri yang menghadapinya…”
Si Bungsu masuk. Dia melihat Kenji tengah
melatih tangan kananya yang luka. Kenji terus melakukan gerakkan-gerakan
Karate. Begitu dia melihat Bungsu masuk, dia menghentikan latihannya.
“Kamim khawatir engkau pergi terlalu lama
Bungsu-san. Negeri ini sangat buas terhadap orang-orang asing” Bungsu
tersenyum. Dia mengeluarkan bungkusan kain putih itu.
Memberikannya pada Kenji yang menatapnya
dengan heran.
“Apa ini Bungsu-san…?
“Bukalah. Hadiah untuk engkau dan
Hannako..”
Kenji membuka kain itu. Dan tiba-tiba
matanya terbelalak melihat kelingking yang putus itu. Hannako menjerit kecil.
“Sumpah samurai…” Kenji yang mengetahui
sumpah pemotongan kelingking itu bicara perlahan.
“Ya. Sumpah seorang samurai…”
“Kelingking siapa ini…?” tanya Kenji.
“Kelingking Tokugawa..”
“Tokugawa?”
“Ya. Tokugawa keturunan pahlawan samurai
itu. Dia salah seorang diantara mereka menjadi pimpinan Jakuza wilayah Tokyo.
Kelingkingnya lah itu…”
Kenji dan Hannako tak mengerti. Lalu si
Bungsu menceritakan tentang perjanjian itu. Menceritakan sedikit tentang
perkelahiannya dengan Kawabata. Menceritakan bahwa Kawabata telah mati. Dan
menceritakan tentang janji Tokugawa.
Hannako tak dapat menahan rasa harunua.
Dia memeluk dan mencium si Bungsu. Akan halnya Kenji beberapa kali berlutut
memberi hormat dan mengucapkan terimakasih pada si Bungsu.
---000---
Namun persoalan tidak selesai sampai
disitu. Diantara anak buah Tokugawa, yaitu salah seorang pimpinan cabangnya,
ternyata mata-mata tentara pendudukan Amerika.
Dia hadir ketika pertarungan antara
Kawabata dengan si Bungsu.
Ketika mendengar pengakuan anak muda itu,
bahwa dialah yang membunuh kelima anggota Jakuza itu, dan melihat bagaimana
mahirnya dia mempergunakan samurai, maka dia teringat pada pembunuhan dua orang
tentara Amerika di penginapan Asakusa.
Dia tahu sampai saat ini pembunuhan kedua
tentara Amerika itu belum terungkap. Tentara Amerika berkeyakinan bahwa yang
membunuh anggota mereka itu adalah orang Jepang.
Tapi penyelidikan menemui jalan buntu.
Dan pimpinan cabang Jakuza itu kini melihat suatu kemungkinan. Apakah tak
mungkin bahwa yang membunuh tentara Amerika itu adalah orang asing ini?
Dia tahu, Tokugawa sduah menjamin dengan
sumpah seorang samurai bahwa Jakuza takkan mengganggu Hannako dan
saudara-saudaranya.
Tapi kalau yang diganggu itu adalah orang
asing ini, bukankah tak ada soal? Yang dijamin dibawah perlindungan Tokugawa
adalah Hannako dan saudaranya. Tidak si Bungsu anak Indonesia itu!
Pimpinan cabang wilayah pelabuhan Tokyo
itu tersenyum. Betapapun juga dia merasa benci pada anak Indonesia itu.
Bukankah Indonesia adalah negeri di lautan Hindia yang direbut Jepang dari
Belanda kemudian menyatakan diri merdeka setelah Bom Atom jatuh di Hiroshima
dan Nagasaki?
Anaknya seorang tentara Jepang, mati di
Indonesia. Karenanya dia merasa benci pada orang Indonesia itu. Untuk
menghadapi sendiri atau menyuruh anak buahnya anggota Jakuza menyikat anak muda
itu, terang dia tak berani. Usahkan anak buahnya, sedang Kawabata saja, seorang
jagoan samurai diantara mereka, dibuat tak berkutik sedikitpun.
Lagipula, bukankah Tokugawa sendiri telah
memuji anak muda itu sesaat setelah selesai pertarungan dengan ucapan : Samurai
yang sempurna!
Kalau Tokugawa saja, tokoh samurai
diantara mereka sampai memuji demikian, bukankah itu sudah merupakan suatu
bahaya yang luar biasa kalau dihadapi sendiri?
Pimpinan cabang pelabuhan Tokyo itu, seorang Jepang dari
keluarga Kawasaki. Dia mempergunakan otaknya yang licik. Untuk menghadapi orang
Indonesia itu, dia mempergunakan tangan Polisi Militer Amerika.
Seminggu setelah peristiwa perkelahian
Kawabata dengan si Bungsu, dihadapan rumah Kenji di jalan Uchibori berhenti
sebuah Jeep putih Polisi Militer. Dibelakangnya berhenti sebuah truk penuh
tentara.
Mereka berlompatan dan segera mengepung
rumah itu.
Bersambung ke…..Tikam Samurai (57)
Komentar
Posting Komentar