Kejadian pembunuhan terhadap sersan
Kepmpetai itu tepatnya berlangsung pada tanggal 5 Agustus 1945. Dua belas hari
setelah itu, Kemerdekaan Indonesia di proklamirkan di Jakarta.
Kembali pada saat-saat letusan bergema
dalam gua sesaat sebelum si Bungsu jatuh pingsan. Letusan itu ternyata bukan
ditujukan pada dirinya atau pada diri Kari Basa. Letusan itu adalah letusan
bedil dan pistol “pasukan khusus” yang membebaskannya.
Pejuang-pejuang bawah tanah itu berhasil
bergerak cepat dan menemukan tempatnya sebelum terlambat sangat. Letusan
pertama adalah letusan yang ditujukan ke kepala penjaga di luar pintu kamar
tahanan.
Begitu penjaga itu mati, pintu diterjang.
Dan letusan-letusan berikutnya ditujukan pada si Letnan, si sersan dan prajurit
yang ada dalam ruangan itu.
Ketiga Kempetai sadis ini mati saat itu
juga. Mereka tak sedikitpun menyangka akan ada perlawanan begitu dahsyat.
Ketiga mereka mati dengan kepala rengkah kena tembak.
Dan enam orang “pasukan khusus” yang
masuk keruangan itu pada mengucap istigfar takkala melihat keadaan tubuh kedua
teman mereka yang tergantung itu. Yang tergantung itu bukan lagi tubuh manusia.
Tapi lebih tepat untuk dikatakan sebagai manusia yang telah dijagal.
Namun harapan kembali timbul ketika
mereka melihat bahwa kedua orang itu masih bernafas. Dengan gerakkan cepat,
kedua mereka dilepaskan dari belenggunya. Kunci belenggu berada dalam kantong
si letnan.
Dan tengah malam itu juga, kedua mereka
dibawa ke rumah orang yang telah menyiapkan penampungan dan pengobatan.
Pengobatan disediakan sesuai dengan pesan Kapten Dakhlan Djambek. Bahwa setiap
tawanan Jepang yang dibawa ke terowongan di bawah kota itu, bila sempat keluar
hanya akan mengalami dua hal.
Pertama mati. Dan kedua tubuh mereka
lumat. Maka yang kedua hampir-hampir menemui kenyataan. Makanya obat-obatan
telah disediakan. Kedua mereka dirawat di rum,ah yang berlainan.
Setelah tubuh kedua orang itu sampai di
rumah yang dimaksud, pasukan khusus itu lenyap. Dan jejaknya tak pernah tercium
sedikitpun!.
Pihak militer Jepang bukan main kagetnya
atas serbuan dan penculikan tersebut. Mereka memeriksa setiap rumah penduduk
untuk mencari jejak para penculik dan kedua tawanan itu.
Ada delapan orang yang jadi korban
dipihak mereka dalam peristiwa itu. Yang pertama sersan pengawas bahagian peta
penggalian terowongan. Sersan ini yang mati di tebas Tai-I Dakhlan Djambek tak
pernah ditemukan mayatnya. Tiga orang lagi adalah penyiksa sadis yang mati
dalam kamar tahanan. Yang satu mati di pintu bahagian luar kamar tahanan
tersebut. Sedangkan tiga orang lainnya mati di sepanjang terowongan menuju ke
kamar tahanan.
Pihak Jepang segara dapat menduga, bahwa
kamar tahanan itu diketahui melalui mulut si sersan pengawas bahagian peta
penggalian terowongan. Mereka menyangka bahwa seluruh jaringan dan penyimpanan
amunisi vital dalam terowongan itu telah diketahui oleh pejuang-pejuang
pribumi. Makanya mereka memasang perangkap untuk menjebak kalau-kalau
pejuang-pejuang itu muncul lagi.
Namun pejuang-pejuang itu tak pernah
mengorek keterangan tentang hal-hal lain mengenai terowongan tersebut. Tugas
mereka hanya mengetahui dimana si Bungsu dan Kari Basa ditahan. Kemudian
membebaskan kedua orang itu. Dari segi ini, para pejuang itu memang alpa. Kalau
saja mereka bisa sedikit sabar dalam menghadapi si sersan, kemudian
merencanakan masak-masak akan banyak sekali rahasia tentang terowongan itu yang
akan terungkapkan.
Itulah sebabnya kenapa sampai puluhan
tahun kelak, yaitu sampai turunan demi turunan, terowongan di bawah kota itu
tetap saja merupakan suatu misteri yang tak kunjung terungkapkan. Tak seorangpun
di kota itu yang tahu dengan pasti, berapa panjang terowongan di bawah kota
mereka.
Misteri itu tetap tak terungkapkan,
karena selama puluhan tahun tak ada yang berminat untuk menyelidikinya. Baik
menyelidiki dengan mencari peta rencana pembuatan terowongan tersebut. Peta itu
pasti ada pada pihak militer Jepang.
Akibat dari peristiwa itu, pihak Kempetai
makin curiga pada anggota Gyugun. Namun mereka tak pernah mendapatkan bukti
akan keterlibatan para Gyugun itu. Seluruh anggota Gyugun yang ada di Bukittinggi
diinterogasi. Dimana dan kemana mereka dimalam lenyapnya si Sersan yang
memegang rahasia terowongan itu.
Semua anggota Gyugun mempunyai alibi.
Punya bukti-bukti bahwa mereka berada disuatu tempat, dimana banyak orang jadi
saksi. Tai-I Dakhlan Djambek sendiri yang ikut diinterogasi pihak Kempetai,
mempunyai alibi (alasan) yang kuat. Bahwa dia tak ikut dalam gerakan itu.
Malam itu dia justru bertugas disalah
satu markas Kempetai bersama enam orang tentara Jepang asli lainnya. Dan keenam
tentara Jepang yang sama-sama bertugas malam itu dengannya menerangkan bahwa
Tai-I itu tak pernah meninggalkan markas malam itu.
Lalu bagaimana Dakhlan Djambek sampai
bisa hadir dan justru membunuh sersan itu dihadapan para pejuang malam itu?
Ceritanya sangat sederhana. Peristiwa dia membunuh sersan itu dengan samurai
hanya berjarak sejangkau tangan dari markas Kempetai itu. Tepatnya, rumah
tempat si sersan dibunuh terletak persis di belakang markas Kempetai itu. Dan
antara markas dengan rumah itu hanya dibatasi dengan sebuah pagar batu setinggi
pinggang.
Rumah itu sebuah rumah batu yang sudah
lam ditinggal penghuninya. Pemiliknyu merantau ke Jawa. Tapi kuncinya ada pada
seorang adiknya di Mandiangin. Nah rumah inilah yang dipilih Dakhlan Djambek
untuk menanyai sersan.
Keputusan itu memang berbahaya. Tapi tak
ada jalan lain, justru jalan itu pulan paling aman. Kempetai pasti takkan
pernah mencurigai kalau rumah di belakang markas mereka itu justru dipergunakan
oleh pihak pejuang. Disamping tak mencurigai, Dakhlan Djambek bisa hadir disana
tanpa menimbulkan kecurigaan.
Tinggal kini waktu diperhitungan dengan
cermat. Harus pas waktunya antara dibekuknya si sersan di hotel dengan tibanya
di di rumah tersebut. Setelah si sersan dibekuk lalu dibawa ke rumah itu dengan
truk. Dakhlan Djambek yang tegak di depan melihat mereka lewat.
Dia masih tegak di depan beberapa saat.
Lalu masuk ke markas. Memrintahkan pada tiga orang Gyugun asal Indonesia untuk
mengadakan patroli sekeliling markas. Ketiga Gyugun itu keluar setelah memberi hormat.
Kemudian Dakhlan Djambek duduk di depan Komandan Piket malam itu. Yaitu seorang
Jepang berpangkat Mayor.
Tiba-tiba dia bangkit.
“Sakit perut….” Katanya menyeringai.
“Ha…banyak makan duren sore tadi. Bisa
mencret Tai-i…” Si Mayor berkata sambil tertawa.
Dakhlan Djambek juga ikut tertawa. Empat
orang Kempetai yang ada dalam ruangan itu juga tertawa. Sebab mereka giliran
piket setiap 24 jam. Dan mereka telah mulai piket sejak tadi pagi. Dan sore
tadi ada yang mentraktir makan durian. Mereka membeli durian lima belas buah.
Lalu mereka makan bersama di kantin disebelah kantor.
Dakhlan Djambek dengan memegang perut
lalu berlari ke belakang. Menutup pintu kakus. Menguncinya. Dan kakus ini juga
sudah dia perhitungkan. Kakus ini mempunyai jendela besar di belakangnya.
Sekali hayun dia sudah membuka jendela.
Kemudian terjun ke belakang. Berlari empat langkah, tiba di pagar. Meloncati
pagar itu. Duduk dibaliknya. Dia bersiul menirukan bunyi burung malam. Erdengar
sahutan. Dia bergegas tegak dan melangkah memasuki rumah itu dari belakang.
Bersambung ke....Tikam Samurai (26)
Komentar
Posting Komentar