Namun kini, setelah dia bertemu dengan
adiknya Hannako, setelah dia ketahui bahwa adiknya diselamatkan oleh si Bungsu
dengan samurai, Kenji kembali ingin mengetahui apa maksud kedatangan anak muda
ini.
Mereka kini tinggal serumah. Kenji dengan
ketiga adiknya. Dan si Bungsu. Kenji mempunyai uang yang cukup banyak dari
penghasilan menjadi Stirman di kapal Ichi Maru selama 5 tahun. Dengan uang itu,
dia membeli sebuah rumah di jalan Uchibori. Rumah dengan taman dibelakangnya.
Rumah itu tak begitu besar. Namun untuk
mereka rumah itu sudah lebih dari cukup. Di bahagian depan ada dua pohon Sakura
yang kini tengah gundul. Dan untuk kamar si Bungsu, Hannako memilihkan kamar
depan yang bagus.
Namun si Bungsu meminta kamar yang di
belakang. Soal kamar ini sempat membuat Hannako jadi merajuk. Soalnya dia telah
memilihkan dua kamar terbaik untuk kedua pemuda itu. Kamar pertama untuk
abangnya Kenji. Berada di bahagian kanan jika mula masuk ke rumah tersebut.
Kamar kedua yang dia siapkan secara baik
dan indah adalah kamar yang sebelah kiri. Berhadapan dengan kamar abangnya. Dan
kamar itu dia atur khusus untuk si Bungsu.
Begitu si Bungsu menolak kamar itu dan
justru meminta kamar yang di belakang, Hannako berlinang matanya. Si Bungsu
jadi kaget. Kenji hanya bisa angkat bahu melihat perangai adiknya itu.
“Sumimasen Hanako-san, saya tak bermaksud
melukai hatimu. Saya memilih kamar di belakang hanya karena ingin dekat dengan
taman. Saya ingin keluar masuk ke taman tanpa mengganggu kalian”
Untunglah kejadian itu tak
berlarut-larut. Hanako akhirnya memindahkan peralatan di kamar depan itu ke
kamar yang diminta si Bungsu.
“Dozo okamainaku Hanako-san” (Jangan
terlalu bersusah payah Hanako) katanya takkala melihat betapa Hanako sibuk
menyiapkan kamarnya. Hannako hanya tersenyum. Dan si Bungsu harus mengakui
bahwa Hannako adalah salah satu diantara gadis Jepang yang cantik. Dia teringat
pada gadis Jepang sombong yang ditanyanya tak mau menjawab di daerah Ginza
dahulu. Yang kemudian bertemu dengannya di penginapan Asakusa dibawa oleh tentara
Amerika. Yang telah melibatkan dirinya dalam perkelahian dengan letnan
tersebut.
Kemana gadis itu? Pikirnya. Apakah gadis
itu selamat atau tidak? Dia memang tak mengetahui apa yang terjadi setelah itu.
---000---
Gadis itu seorang mahasiswi, malam itu diangkut
ke pusat bala tentara Amerika dijalan Hibiya di pusat kota. Dia diinterogasi.
Siapa yang telah membunuh kedua tentara Amerika itu. Gadis itu membayangkan
kedua tentara Amerika. Gadis itu membayangkan lagi wajah anak muda tersebut.
Mula pertama dia masuk ke hotel itu dia segera ingat anak muda itu adalah anak
muda yang bertanya padanya di daerah Ginza dua hari sebelumnya.
Dan dia ingat betul, bahwa dia merasa
benci pada anak muda asing itu. Anak muda itu pastilah orang Philipina atau
Indonesia. Dan kedua bangsa itu dia benci karena perang dengan kedua bangsa itu
telah memisahkan dia dengan ayahnya.
“Kau kenal siapa lelaki yang membunuh
Letnan itu?” Polisi Militer Amerika itu bertanya kembali. Gadis itu mengangguk.
“Siapa dia?”
“Dia membunuhnya dengan samurai” gadis
itu berkata pasti.
“Ya, kami tahu itu. Melihat luka tangan
dan perut serta leher yang robek itu, pastilah karena samurai. Hanya siapa
lelaki itu?”
Gadis itu membayangkan lagi wajah anak
muda tersebut. Seorang anak muda yang gagah sebenarnya. Dan dia masih ingat
betapa disaat terakhir dia akan diperkosa letnan itu, pintu terbuka.
Anak muda itu tegak dengan kaki
terpentang dipintu.
“Tolonglah saya…” katanya.
Anak muda itu menatap penuh kebencian
pada tentara Amerika itu. Dan dia dapat melihat bahwa dibalik sikapnya yang
diam dan lemah lembut itu, tersimpan api yang amat berbahaya.
Dan bahaya itu segera menampakkan diri
takkala letnan itu menerkamnya. Kaki anak muda itu terangkat, dan letnan itu
meluk. Lalu terjadilah hal yang diluar dugaanya.
Ketika letnan itu mengangkat pistol, anak
muda itu bergerak amat cepat. Tahu-tahu tubuh letnan itu telah cabik-cabik
dimakan samurai! Dimakan samuari! Bayangkan, adakah lelaki asing yang mahir
mempergunakan samurai?
“Katakan siapa lelaki itu!” Polisi
Militer Amerika itu kembali bertanya.
“Dia seorang Jepang bertubuh gemuk dan
pendek..” gadis itu akhirnya memberitahukan ciri-ciri orang yang membunuh
letnan tersebut.
“Pendek dan gemuk?” ulang Polisi Militer
itu.
“Ya..”
Polisi Militer itu mencatat dengan steno
keterangan tersebut.
“Rambutnya?”
Gadis itu membayangkan rambut anak muda
yang telah menolongnya. Lebat, hitam, berobak dan agak gondrong.
“Rambutnya digunting pendek..’ katanya.
“Digunting pendek?”
“Ya, pendek sekali, seperti sikat
sepatu…” katanya pasti. Dan Polisi Militer itu menulis lagi dalam proses
verbalnya. Menulis dengan penuh bayangan keyakinan bahwa yang membantai kedua
serdadu Amerika itu adalah seorang lelaki Jepang dengan tubuh gemuk, pendek,
buncit, bermata sipit, berambut pendek seperti jamaknya kamu samurai yang
berwajah bengis di negeri ini.
“Kau kenal siapa dia?”
Gadis itu menggeleng. Kali ini dia memang
tak berdusta seperti keterangannya terdahulu. Dia memang tak kenal sedikitpun
dengan pemuda yang menolongnya itu. Dan dia dia menyesal kenapa tak mengenal
sebelumnya. Kemana dia sekarang? Pikirnya sambil membayangkan orang asing
bersamurai itu.
“Waktu nona masuk, ada seorang anak muda
asing dikamar itu. Nah, waktu kejadian ini dimana dia?”
Gadis itu berdebar. Dia khawatir
kalau-kalau anak muda itu tertangkap karena keterangannya.
“Saya tak tahu dimana dia. Tapi menurut
hemat saya dia melarikan diri begitu mendengar tembakan…”
“Ya. Ya. Cocok dengan keterangan pemilik
penginapan. Anak muda itu pasti telah melarikan diri karena takut..”
Dan pemeriksaan terhadap gadis itu
berakhir.
Dia dilepas. Dan gadis itu kembali
menjalani tempat dimana dia pernah bertemu dengan anak muda itu. Dia berharap
bisa bertemu untuk mengucapkan terimakasih. Untuk mengucapkan maaf karena tak
mengacuhkan pertanyaannya ketika di Ginza Dori itu.
Namun mencari seorang lelaki diantara
jutaan manusia di kota Tokyo bukanlah suatu pekerjaan enteng. Dia sia-sia
mencarinya.
++000++
Di salah satu rumah di Uchibori Dori,
dimalam yang sepi, seseorang kelihatan duduk di batu layah ditaman belakang.
Musim gugur dibulan-bulan Kugatsu,
Jugatsu dan Juichigatsu (september, oktober dan nopember) telah berlalu. Kini
negeri Jepang memasuki musim dingin di bulan Junigatsu (desember)
Salju sudah menyelimuti bumi. Musim
dingin bersalju ini akan berakhir pada bulan februari. Makin lama udara makin
dingin menusuk. Semua orang menggenakan pakaian tebal yang terbuat dari bulu
atau wool. Atau memakai kimono yang berlapis.
Bagi pendatang baru ke negeri ini, musim
gugur dan musim dingin adalah musim yang paling menyiksa. Udara dingin
benar-benar mencucuk ke tulang sum-sum.
Namun tidak demikian halnya dengan si
Bungsu.
Kelaparan, pembantaian, udara dingin dan
maut…ah dia telah melewatinyai semua.
Pembantaian mana yang tidak dia
alami selama dikampungnya? Bukankah
tubuhnya penuh rajahan bekas dibantai Saburo ketika dia coba melarikan diri
dari kampungnya sesaat setelah keluarganya dibantai perwira itu?
Bukankah jari jemarinya, dan tubuhnya
juga dicencang oleh Kempetai di dalam terowongan rahasia di bawah Bukittinggi
ketika dia ditangkap bersama seorang pejuang bawah tanah di kota itu?
Kelaparan dan udara dingin mana pula yang
tak dia rasakan ketika bertarak di gunung Sago dahulu?
Memang tak ada salju disana. Tapi
dinginnya udara bila musim hujan atau malam hari, lebih parah dari pada selusin
musim salju.
Apalagi keadaannya waktu itu dalam sakit
parah. Dan saat itu bukankah dia juga harus mempertahankan hidupnya dari
dicabik-cabik binatang buas yang berkuasa mutlak di gunung yang tak pernah
dijamah manusia itu?
Ternyata dia turun dari gunung itu dalam
keadaan hidup. Justru itulah musim dingin di Jepang ini tak ada pengaruh
terhadap dirinya.
Selain dirinya telah terlatih hidup dalam
kesulitan yang paling parah sekalipun, dia juga menguasai ilmu pernafasan Silat
Tuo yang diajarkan ayahnya dahulu. Dia memang tak mengerti silat, tapi cara
pernafasannya dia kuasai setelah berlatih sendiri di gunung Sago.
Dia berlatih dengan mengingat-ingat
petunjuk ayahnya dahulu. Berkat keras hati, dia ternyata berhasil. Dan ilmu pernafasan
itu ternyata sangat membantu dalam cuaca dingin begini.
Orang Jepang juga memiliki ilmu
pernafasan yang bagus dalam ilmu beladirinya. Ilmu pernafasan itu bernama San
Chin. Tapi ilmu pernafasan beladiri Jepang ini tak sebaik ilmu pernafasan Silek
tuo yang diturunkan ayahnya.
Ilmu pernafasan San Chin hanyalah
mengatur pernafasan agar tak cepat lelah. Agar kekuatan bisa disimpan dan
digunakan secara efisien.
Sementara ilmu pernafasan Silek Tuo,
selain berfungsi sama dengan San Chin, juga berfungsi untuk mempercepat aliran
darah. Mempercepat aliran darah berarti membangkitkan daya bakar dalam tubuh.
Membangkitkan daya bakar dalam tubuh berarti suatu pemanasan dari dalam.
Dengan mengatur pernafasan mengikuti
petunjuk Silek tuo, tubuhnya bisa bertahan tetap panas dalam dingin dipenuhi
salju itu!
Dan kini dimusim dingin bersalju ini,
dimalam yang sepi, dia duduk diam mematung di atas batu layah dibelakang rumah.
Duduk dengan dada telanjang. Memejamkan
mata. Membusungkan dada. Menghirup nafas panjang sekali. Lagi dan lagi. Sampai
dadanya menggelembung dipenuhi udara. Kemudian dia keluarkan sedikit demi
sedikit. Dia tahan separoh. Dia tarik lagi penuh-penuh.
Demikian dia lakukan dengan teratur dan
dengan tekun. Dan tubuhnya berpeluh. Tubuh atasnya yang telanjang berpeluh
dalam siraman gerimis salju. Dan perlahan kelihatan asap tipis mengepul dari
tubuhnya. Asap tipis yang berasal dari salju yang menguap begitu menyentuh
tubuhnya yang berpeluh.
Benar-benar latihan pernafasan yang amat
sempurna. Tanpa dia sadari, ada dua pasang mata yang diam-diam memperhatikan
latihannya ditengah malam buta itu.
Yang pertama adalah mata Kenji. Pemuda
ini makin hari makin ingin tahu, untuk apa si Bungsu datang ke negerinya. Dia
merasa ada seseorang yang dicari anak muda itu. Seseorang yang ingin dia temui
untuk bunuh. Dia melihat dendam yang alangkah dahsyatnya terpendam dibalik
matanya yang tenang dan sayu.
Anak muda ini datang untuk membalas
dendam. Dan pastilah dendam terhadap seorang tentara Jepang yang telah
mencelakai keluarganya. Demikian pikiran Kenji terhadap sahabatnya ini.
Dia sudah merasa bersaudara dengan orang
Indonesia yang satu ini. Dan dia merasa kagum akan ketahanan tubuh dan latihan
khas yang dilakukan anak muda itu. Diam-diam dia memperhatikan terus latihan si
Bungsu dari kamarnya. Orang kedua yang memperhatikannya adalah Hannako. Adik
Kenji. Gadis ini mata berhutang budi pada pertolongan yang diberikan si Bungsu.
Dan tanpa dapat dia cegah, diam-diam dia
harus tunduk pada takdir, bahwa dia mencintai pemuda asing ini. Sikapnya yang
pendiam, sikapnya yang jujur, rendah hati dan lemah lembut membuat hati Hannako
benar-benar terpaut.
Namun dia adalah gadis Jepang yang
umumnya amat pemalu. Amat menjunjung rasa kesopanan. Gadis-gadis Jepang tak
begitu saja mau menunjukkan rasa sayang pada lelaki.
Dan keadaan dirinya yang tak lagi suci
menyebabkan gadis ini “tahu diri”. Dia tahu setiap lelaki menginginkan kesucian
calon isterinya. Dan Hannako akhirnya hanya bisa menghapus air mata jika
teringat betapa dirinya telah ternoda berkali-kali oleh jahanam Kawabata
anggota Jakuza terkutuk itu.
++000++
Kawabata, lelaki jahanam anggota Jakuza
itu ternyata memang tak pernah melupakan Hannako. Gadis cantik itu sangat
merangsang birahinya. Dan sejak gadis itu melarikan diri dari rumahnya, dia
telah menyebar beberapa anak buahnya untuk mencari jejak gadis tersebut.
Dan bagi Jakuza tak sulit mencari jejak
seseorang diseluruh Jepang. Negeri ini berada dalam cengkraman mereka. Mereka
mempunyai jaringan di seluruh kota dan desa. Organisasi mereka benar-benar
hebat. Mengalahkan prganisasi Kepolisian Jepang.
Itulah sebabnya dalam waktu yang tak
begitu lama jejak Hannako segera diketahui. Mereka mengetahui bahwa Hannako
tinggal bersama abangnya. Bekas awak kapal Ichi Maru. Tinggal di sebuah rumah di
jalan Uchibori. Dan mereka lalu mematai-matai rumah itu.
Siang itu si Bungsu sedang duduk di
beranda depan ketika dari seberang sana dia dengar suara-suara bentakan.
Berkali-kali dan berulang-ulang.
Suara itu sudah beberapa hari ini dia
dengar dan berasal dari sebuah gedung besar. Dia melihat banyak orang
berdatangan. Umumnya anak-anak muda. Tapi selain anak muda juga orang-orang
tua.
“Hanako-san, asoko ni nani ga arimasu ka”
(dik Hanako, disana ada apa?) tanyanya pada Hannako sambil menunjuk ke rumah besar
di seberang sana. Hannako menoleh ke arah yang ditunjuk si Bungsu. Ke gedung
besar jauh di seberang sana.
“Itu gedung Budokan…”
“Budokan?”
“Ya”
“Tempat apa itu?”
“Disana tempat orang-orang berlatih Judo.
Bang Kenji dahulu juga berlatih Judo disana”
“dia belajar Judo disana?”
“Ya. Dia malah sudah menjadi Sensei
dengan tingkat Dan III sebelum berangkat jadi pelaut”
“Apa itu tingkat Dan III?”
“Pemegang. Dan adalah Pemegang Sabuk
Hitam. Dimulai dari Dan I setelah naik dari sabuk coklat”
Si Bungsu manggut-manggut.
“Abang juga seorang Karateka tingkat
Dan II, pergilah kesana, abang sedang
latihan disana” Hannako berkata.
Bersambung ke…..Tikam Samurai (52)
Komentar
Posting Komentar