“Masuklah ke dalam. Ada tamu penting….”
Katanya pada isterinya yang sedang membaca koran pagi. Perempuan cantik itu
tegak. Berjalan ke kamar dengan lenggang pinggulnya yang merangsang berahi laki laki.
Dua orang lelaki kelihatan memasuki pintu
pekarangannya. Kemudian melangkah di taman. Semacam perasaan tak sedap
menyelinap di hati Kawasaki. Kedua lelaki ini dia ketahui sebagai pembawa pesan
“amat khusus”. Dan keduanya adalah pembunuh-pembunuh berdarah dingin. Dua orang
spesialis yang langsung berada di bawah perintah Pimpinan Wilayah, Tokugawa.
“Gomenkudasai…” salah seorang diantaranya
bicara sopan di luar pintu.
“Hai, dozo ohairi kudasai…” jawabnya
menyilahkan kedua tamu khusus itu masuk
Kedua tamu itu membuka sepatu. Kemudian
mereka masuk ke ruang tengah itu. Duduk membelakangi pintu di lantai.
“Ogenki desu ka..” (apa kabar apa?) tanya
Kawasaki sopan, setelah ikut duduk berlutut dua depa di hadapan kedua tamunya
ini.
“Kami disuruh menyampaikan pesan ini….”
Jawab yang bertubuh kurus berwajah dingin seperti burung gagak.
Dia mengangsurkan sebuah surat beramplop
panjang ke hadapan Kawasaki. Dengan perasaan tak sedap, Kawasaki mengambil
surat itu. Dan darahnya serasa seperti berhenti mengalir takkala melihat surat
dalam amplop itu tertulis di kertas merah.
Itu berarti perintah bunuh diri!
Dia berusaha menguatkan hatinya. Kemudian
membaca surat merah itu.
“Tuan
hadir dalam rapat di Shinjuku di rumah Kawabata. Saya telah menjamin dengan
sumpah putus jari dihadapan seorang Indonesia untuk keselamatan Hannako
bersaudara. Saya telah membiarkan Indonesia-jin itu pergi. Suatu pertanda bahwa
saya juga menjamin keselamatannya. Seorang Tokugawa tak mau melanggar sumpah.
Dan lebih tak mau lagi kalau ada orang yang menodai sumpah itu. Indonesia-jin
(orang Indonesia) itu kini ditangkap tentara Amerika atas penghianatan tuan.
Bersama
ini saya kirimkan untuk tuan sebuah peti merah.
“Tokugawa”
Begitu selesai membaca, lelaki yang tadi
masuk ke kamar Tokugawa, segera mengeluarkan kotak kecil berwarna merah yang
diberikan Tokugawa. Kotak kecil yang dia ambil dari dalam laci mejanya.
Dengan sikap sangat hormat, lelaki tampan
ini meletakkan kotak ramping itu di lantai. Kemudian dengan kedua tangannya dia
menyorongkan kotak itu ke depan Kawasaki.
Kawasaki jadi pucat.
“Ini tidak betul. Saya menghadap sendiri
ke Pimpinan….” Katanya gugup. Namun kedua lelaki itu menatap padanya dengan
pandangan dingin.
“Saya bisa membebaskan Indonesia-jin
itu…” dan ucapannya terhenti. Dengan berkata begitu jadi jelas bahwa memang dia
yang “mengatur” agar si Bungsu tertangkap.
“Saya akan menelpon….” Suaranya terhenti.
Kedua lelaki itu menggeleng perlahan.
Dengan isyarat halus, keduanya menunjuk
pada kotak merah kecil itu.
Namun Kawasaki tegak.
“Saya akan menemui pimpinan….” Suaranya
lebih mirip orang takut dan putus asa. Dia bergegas memutari kedua lelaki itu
dalam jarak yang jauh menuju pintu.
Kedua lelaki itu tetap duduk tak memutar
sedikitpun. Kawasaki sudah sampai di pintu. Tiba-tiba kedua lelaki itu bergerak
sangat cepat. Mereka berbalik serentak setelah mengambil sesuatu dari balik jas
mereka.
Demikian cepat gerakan kedua orang itu,
sehingga tak diketahui siapa yang lebih dahulu bergerak. Yang jelas, begitu
mereka berbalik. Kawasaki merasa dada dan rusuknya perih dan linu sekali.
Dia berpaling, tapi tubuhnya tak kuat
tegak. Dia rubuh di atas kedua lututnya. Tangannya jadi lumpuh. Pada dada dan
rusuknya yang terasa linu dan menyebabkan kelumpuhan itu, tertancap dua bilah
samurai pendek. Tak lebih dari sejengkal.
“Pimpinan menghendaki tuan harakiri. Mati
sebagai Jakuza yang terhormat. Tapi tuan lebih menginginkan mati secara begini.
Maafkan kami….”
Kedua lelaki itu, yang kini duduk
berlutut di depan Kawasaki yang terhenyak tak bisa bergerak, berkata perlahan.
Aneh, tak sedikitpun wajah mereka menunjukkan emosi. Tak terlihat mereka marah
atau menyesal, apalagi takut. Mereka bicara seperti sedang bicara dengan orang
biasa saja.
Padahal Kawasaki sedang berjuang dengan
sakratul maut. Mulut Kawasaki bergerak. Namun tak ada suara yang keluar.
“Maafkan, kami mohon diri….” Kata yang
berwajah tampan. Kedua mereka segera membungkuk dalam-dalam ke lantai. Kemudian
tegak. Yang satu berjalan ke tengah ruangan. Mengambil surat yang tadi dibaca Kawasaki. Kemudian mereka
melangkah pergi. Melangkahi tubuh Kawasaki yang terbelintang di tengah pintu.
Kawasaki hanya bisa menatap kepergian
orang itu dengan gerak matanya yang makin melayu. Kedua orang itu berjalan di
batu di tamannya. Suara sepatu mereka berdetak satu-satu. Jantung Kawasaki juga
berdetak satu-satu.
Kedua orang itu membuka pintu mobil, lalu
masuk. Menghidupkan mesin. Lalu pergi. Suara mesin mobilnya makin jauh makin
lenyap. Dan ketika suara deru mobil itu lenyap sama sekali, nyawa Kawasaki juga
lenyap.
Aneh terdengar. Seorang Tokugawa membunuh
tokoh Jakuza bawahannya. Dia bunuh hanya karena Kawasaki membocorkan rahasia
pada Amerika bahwa yang membunuh tentara Amerika di Asakusa adalah si Bungsu.
Karenanya anak muda itu tertangkap.
Namun seperti bunyi suratnya pada
Kawasaki, dia membiarkan anak muda itu bebas keluar dari rumah Kawabata setelah
memenangkan perkelahian hari itu, adalah sebagai tanda, bahwa dia juga menjamin
keselamatan anak muda itu.
Dan keanehan-keanehan memang banyak
terjadi di dunia para penjahat ini. Meski mereka kumpulan pembunuh, pemeras,
penodong, penjambret, namun mereka mengenal kesetiaan, keperwiraan, kejujuran
dan kasih sayang.
***0***
Si Bungsu mengakui seluruh tuduhan yang
diajukan padanya. Memang dia yang membunuh seorang letnan dan seorang sersan di
penginapan Asakusa.
Meskipun dia membela orang lain, namun
tentara pendudukan selalu berkuasa. Tentara yang dalam perang selalu
mendahulukan kepentingan para prajuritnya ketimbang ketentuan hukum.
Lagipula, terhadap ksus si Bungsu, tak
ada ketentuan hukum yang harus dipertimbangkan. Di Jepang tak ada konsulat
Indonesia saat itu. Karenanya, tak ada perlindungan diplomatik.
Amerika tak punya hubungan diplomatik
dengan Indonesia sepanjang menyangkut hak-hak kewargaannya di negeri Jepang.
Maka sesuai undang-undang yang berlaku, si Bungsu diperlakukan dengan hukum
perang.
Meskipun belum disidangkan oleh Mahkamah
Militer, namun kepadanya telah disampaikan kira-kira hukuman apa yang bakal dia
dapatkan.
Hukuman tembak mati!
Si Bungsu tak menyesal. Dia malah
berharap agar gadis yang dia tolong itu selamat.
Sebulan dia dalam tahanan, persidangannya
segera dibuka. Agak aneh juga, ternyata pengadilan terhadap dirinya dipercepat.
Di gedung pengadilan, tiba-tiba dia
bertemu dengan Kenji dan Hannako serta adiknya.
“Bungsu-san….” Terdengar suar halus
ketika dia turun dari mobil tahanan. Dia menoleh, dan melihat Hannako bersama
Kenji.
Hannako memeluknya.
“Bungsu-san…” katanya lirih.
“Hanako, Kenji….terimakasih, kalian
datang menegokku, domo arigati gizaimasu…” katanya perlahan.
Hannako menyerahkan ke tangannya
setangkai bunga Sakura yang berwarna merah jambu.
“Sekarang sudah musim bunga Bungsu-san …”katanya
perlahan.
“Arigato…”
“Lihatlah, dimana-mana bunga Sakura pada
mekar. Engkau akan bebas Bungsu-san….”tambah Hannako.
Si Bungsu benar-benar terharu. Gadis itu
memakai baju dari sutera berwarna biru berkembang-kembang. Wajahnya cantik. Dia
tersenyum menatapnya.
Dan ketika persidangan dimulai, seorang
ahli Hukum terkenal di Tokyo saat itu, tuan Yasuaki Yamada muncul sebagai
pembela si Bungsu.
Tentara pendudukan Amerika seperti
ditekan oleh pihak lain yang punya kekuatan terselubung untuk mengadili orang
Indonesia itu secara terbuka.
Semula tentara Amerika akan mengadilinya
secara penjahat perang. Ada alasannya, membunuh tentara Amerika yang sedang
bertugas di negeri taklukan. Bukankah itu sama dengan kejahatan perang?
Namun “kekuatan terselubung” yang meminta
agar perkara itu diadili secara terbuka, nampaknya punya kekuatan yang
benar-benar tak dapat diabaikan.
Tentara pendudukan Amerika terpaksa
menyetujui permintaan yang diajukan lewat ahli hukum Yasuaki Yamada itu.
Dalam persidangan terjadi debat yang amat
sengit antara Jaksa Militer dengan pembela si Bungsu.
“Pembelaan terhadap terdakwa tak bisa
diakui secara hukum. Terdakwa bukan warganegara jepang. Dan pembunuhan terhadap
tentara Amerika yang sedang bertugas haruslah diadili oleh mahkamah perang”
Demikian oditur militer Amerika menuntut
pembatalan persidangan secara terbuka ini.
Ruang sidang itu sendiri penuh sesak. Ada
sekitar lima ratus orang hadir. Terdiri dari tentara Amerika dan penduduk sipil
Jepang.
Yamada, pembela dan ahli hukum terkenal
itu segera bangkit.
“Terdakwa memang bukan orang Jepang. Tapi
di membunuh tentara Amerika karena membela seorang warganegara Jepang. Maka
selayaknyalah kami orang Jepang membelanya”
Ucapannya mendapat tepuk tangan yang
gemuruh dari pengunjung yang penduduk Jepang.
“Meski demikian, dia membunuh 2 tentara
Amerika yang sedang bertugas….”
“Apa tugasnya? Memperkosa seorang gadis
Jepang?” potong Yamada. Tepuk tangan gemuruh lagi. Muka oditur Militer yang
berpangkat Mayor itu jadi merah.
“Tak ada bukti yang menguatkan bahwa
kedua tentara itu akan memperkosa seorang gadis Jepang. Mana buktinya. Buktinya
haruslah gadis yang akan diperkosa itu sendiri….kami minta gadis itu diajukan
sebagai saksi!”
Yamada benar-benar jadi terdiam. Semua
isi pengadilan itu juga terdiam. Inilah kartu mati bagi Yamada. Dalam sebulan
ini dia telah berusaha mencari tahu siapa gadis yang ditolong di hotel Asakusa.
Namun usahanya sia-sia.
Gadis itu tak pernah ditemui. Dan kini,
kelemahannya itu dijadikan sebagai truf oleh Oditur untuk membatalkan persidangan
ini.
Pemilik penginapan yang diajukan sebagai
saksi, hanya mengatakan bahwa kedua tentara itu datang membawa dua gadis.
Sebenarnya mereka bertiga. Dan setelah mereka masuk kamar, dia tak tahu lagi
apa yang terjadi. Dia hanya mendengar serentetan tembakan dan ketika dia muncul
di kamar itu, kedua tentara itu telah mati.
Orang Indonesia yang menginap disana
sudah lenyap entah kemana. Itulah kesaksian yang bisa dia berikan. Dia tak
mengenal siapa gadis yang dibawa letnan Amerika itu.
Yamada sudah menyangka bahwa dia akan
menghadapi kesulitan ini. Namun Tokugawa yang berdiri dibalik pembelaan
terhadap si Bungsu ini, membayarnya amat tinggi untuk membela anak muda
tersebut.
“Bela dia sampai bebas.
Sekurang-kurangnya hanya dihukum setahun dua. Tentang biaya jangan tuan
pikirkan. Saya yang menjamin….” Kata Tokugawa.
++0++
Persidangan diundur untuk memberi
kesempatan pada Yamada mencari saksi. Tokugawa tak berani memasang iklan untuk
memanggil gadis itu.
Pihak lain bisa saja menjegal gadis
tersebut di perjalanan. Terutama pihak Amerika yang ingin persidangan itu
dilakukan secara Militer.
Tokugawa menyebar mata-matanya ke seluruh
pelosok untuk mencari gadis itu. Ciri-cirinya ditanyakan pada si Bungsu dan
pemilik penginapan. Si Bungsu teringat, bahwa sebelum lama berdarah itu dia
pernah bertemu dengan gadis itu di daerah Ginza.
Maka Tokugawa menyapu seluruh toko,
kantor, tempat-tempat mandi uap dan rumah-rumah pelacuran atau rumah-rumah
pribadi dalam usaha mencari gadis tersebut.
Tapi mencari seorang gadis cantik di
Tokyo dengan ciri-ciri yang samar-samar alangkah sulitnya. Di Tokyo ada ratusan
ribu gadis cantik. Dan hampir semua punya ciri tubuh seperti gadis yang
dikatakan si Bungsu. Bagaimana menandainya?
Bersambung ke…..Tikam Samurai (59)
Komentar
Posting Komentar